News - Hasil kajian McKinsey and Company menyebutkan emisi karbon mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) lebih tinggi dibandingkan dengan mobil hybrid dan konvensional. Hal ini karena proses pembuatan baterai BEV mengeluarkan emisi sekitar 40 persen lebih tinggi dibanding (mobil) hybrid dan bensin karena proses ekstraksi mineral lithium, kobalt dan nikel.

Merujuk kajian tersebut, untuk mencapai dekarbonisasi ekosistem mobil listrik diperlukan energi listrik terbarukan dengan mengurangi bauran sumber listrik dari fosil baik untuk energi kendaraan listrik juga pemprosesan mineral untuk pembuatan baterai itu sendiri.

Selanjutnya, perlu ada fasilitas daur ulang (recyling) baterai yang tersedia sehingga baterai bekas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dapat didaur ulang atau dijadikan energi penyimpanan sekunder, sehingga ekosistem end to end dari KBLBB dapat terbentuk.

Sebuah jaringan Supply Chain juga menyebutkan bahwa mobil listrik secara agregat menghasilkan emisi karbon yang lebih tinggi daripada Supply Chain mobil bahan bakar fosil.

Proses produksi mobil listrik itu sendiri menghasilkan emisi yang lebih besar daripada memproduksi mobil berbahan bakar fosil, terutama energi untuk produksi baterainya itu sendiri. Emisi yang lebih besar ini tidak serta-merta dapat “ditebus” dari efisiensi emisi ketika mengendarai mobil listrik.

Selain itu, proses produksi baterai mobil listrik membutuhkan material kobalt dan lithium, di mana sejak penambangannya, proses produksi, transportasi, membutuhkan energi yang besar dan menjadi sumber penghasil emisi karbon dari Supply Chain mobil listrik.

Namun kajian life cyle emision oleh Polestar dan Rivian 2021 di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Pasifik yang dilaporkan pada Polestar and Rivian Pathway Report (2023), menyatakan emisi yang dihasilkan kendaraan listrik lebih rendah, yaitu 39 tonnes of carbon dioxide equivalent (tCO2e), dibandingkan kendaraan listrik hybrid (HEV) sebesar 47 tCO2e, dan kendaraan konvensional atau internal combustion engine (ICE) yang mencapai 55 tCO2e.

“Angka emisi ini berbeda tidak terlalu jauh per ton CO2 per km-nya jika bersamaan bensin yang digunakan lebih bio atau green fuel,” ujar Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, R Hendro Martono, Sabtu (21/10/2023) sebagaimana dikutip Antara.

Roadmap EV yang dibuat Kemenperin serta langkah strategis untuk mencapai net zero emission lebih cepat dari target pemerintah 2060 melalui sektor alat transportasi yang mengarah pada green mobility.