News - Sudaryono hampir tidak percaya. Mantan asisten pribadi Prabowo Subianto itu mengaku diberi mandat langsung untuk maju pada kontestasi Pilkada serentak 2024 untuk memperebutkan kursi Jawa Tengah I. Padahal, ia sendiri terbilang baru menjabat sebagai Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah.

“Saya diperintah untuk maju oleh Prabowo. Jadi ya saya maju,” ujar Sudaryono dalam acara Podcast Tirto: Four Your Politics.

Secara elektabiltas, nama Sudaryono tidak kalah. Ia bahkan masuk jajaran tiga besar. Berdasarkan hasil survei terkait Pemilihan Gubernur Jawa Tengah yang dilakukan Indeks Data Nasional (IDN), nama Sudaryono berada di posisi dua (15,7 persen) setelah Hendar Prihadi (19,6 persen). Sementara di bawah namanya ada Taj Yasin Maimoen (14,9 persen).

“Ya lumayan. Tiga-tiga besar ya oke lah,” imbuh dia.

Kepada Tirto, Sudaryono bercerita mulai dari latar belakang anak petani yang terjun ke dunia politik, ikhtiarnya untuk memperebutkan tiket Jateng 1, hingga menjawab berbagai persoalan terjadi di Jawa Tengah.

Apa saja gagasan yang ia bawa untuk mengentaskan permasalahan yang ada di Jawa Tengah? Selain belajar dari Prabowo, mengapa ia juga begitu mengidolakan politikus PDIP Bambang Pacul?

Berikut petikan wawancara kami dengan Sudaryono:

Kemarin tuh viral, Mas Sudaryono tiba-tiba sebagai seorang Ketua DPD Gerindra atau ketua partai tingkat provinsi, tiba-tiba dalam suatu acara halal-bihalal, itu menjadi santer perhatian. Apa itu mas artinya tuh?

Tidak lah, yang jadi center of gravity-nya ya Pak Bambang Pacul. Kan ketua kelasnya PDIP di Jawa Tengah ya.

Iya memang itu sebetulnya acara rutin ya. Acara setiap tahun tuh memang ada acara halal-bihalal pimpinan partai politik Jawa Tengah. Dari Ketua PDIP, Golkar, kemudian PKB, kemudian yang PKS dan seterusnya kan memang sudah lama ya.

Yang baru kan saya aja gitu. Kira-kira mungkin yang bikin orang jadi di-highlight tuh kan karena nih ketua baru ini kayak apa nih. Palingan begitu lah ya.

Jadi memang pada akhir Oktober 2023 itu saya diperintahkan oleh Pak Prabowo untuk jadi Ketua Gerindra Jawa Tengah menggantikan Pak Wahid yang sekarang jadi anggota DPR RI.

Jadi challenging memang. Nah, bersama-sama dengan partai koalisi diorkestrasi sedemikian rupa untuk bagaimana menaikkan angkanya Pak Prabowo. Saya ingat betul waktu saya masuk kira-kira bulan Oktober, itu Pak Ganjar 67 persen survei. Kita bikin internal survei Pak Prabowo 22 persen.

Terus kita ya tiap bulan kan kita bikin dari 22 ke 27, 27 ke 34, hingga ke 42. Terakhir tuh di 44 kalau enggak salah ya, di dua minggu sebelum coblosan, 44 persen. Di akhir Januari itu sudah imbang 40-40 dengan Pak Ganjar gitu.

Wansus Podcast Sudaryono

Wansus Podcast Sudaryono. (News/Andhika Krisnuwardhana)

Masih soal halalbihalal, soalnya gini mas politik itu gestur penting ya mas. Tiba-tiba dirangkul loh mas. Loh ada apa ini? Jakarta geger loh mas itu.

Masa sih? Kayak gitu ya? Buat saya, Pak Pacul itu idola. Saya disitu disampaikan, kan kita bikin sambutan ya. Saya bilang, saya ketemu idola, saya bangga lah. Beliau idola dalam berpolitik tuh kalkulasi gitu.

Saya kira memang gini ya, beliau-beliau itu menempatkan saya bukan karena Sudaryono. Tentu menempatkan saya mungkin saja, dan saya menengarai itu karena Gerindra. Tentu kan, pemerintah pemenangnya PDIP, Pak Pacul pake baju merah. Sebelah kanannya PKB, Pak Yusuf pake baju jauh. Baru sebelah kirinya Sudaryono, Gerindra. Jadi bukan karena Sudaryononya, tapi karena Gerindranya. Saya mau memaknainya begitu.

Pilkada Jawa Tengah, 27 November nanti sudah memanas beberapa bulan-bulan sebelumnya ini. Anda akan akan maju calon gubernur Jawa Tengah. Saya anggap mau maju lah, walaupun belum daftar. Pak Pacul walaupun belum deklarasi, tapi juga diisukan akan maju. Gus Yusuf disebut oleh PKB akan maju. Itu kan semua tahu. Kalau misalkan ini tuh akan mengarah ke Pilkada Jawa Tengah mas. Gimana Mas?

Saya kira begini ya, pasti kalau kita sudah sepakat dengan berdemokrasi, itu mau nggak mau dengan partai politik. Nah, saya kira mungkin satu hal yang wajar, kalau seseorang yang punya tiket, itu adalah ketua partai.

Dalam hal ini misalnya di tingkatan Pilpres, Pak Prabowo tentu partainya, beliau ketua umum, ketua pembina, beliau pemegang tiket. Bu Mega pemegang tiket. Cak Imin pemegang tiket. Dan ketua-ketua umum partai yang lain.

Saya kan kader. Kami ada pelatihan, ada indoktrinasi, ada diklat, ada penanaman ideologi, ya kan? Ada satu hal cita-cita yang menjadi manifesto perjuangan. Kan itu satu hal yang memang bagian dari partai gitu. Partai itu sekolah pemimpin gitu loh. Tapi pemimpin politik itu dilahirkan di partai politik.

Baik partai politik kader aslinya maupun ada yang barangkali kadang-kadang naturalisasi. Kan begitu. Nah sehingga kalau kita ngomongin pilkada, misalnya Gus Yusuf ya tentu kans PKB, ya Gus Yusuf.

Pak Bambang Pacul ya kans. Mungkin bagi kami, bagi saya misalnya, di Gerindra, karena kita selama ini, baru ini merasakan Pilpres menang gitu. Terus euforia, dan seterusnya. Dan saya melihat memang dorongan dari teman-teman di daerah kuat. Selain itu, juga berkat dari Pak Prabowo ada. Dan saya diperintah untuk maju. Jadi ya saya maju gitu.

Nah, kadang-kadang kan yang menjadi pertanyaan kan gini. Terus maju gubernur itu buat apa sih? Saya mas, begitu digadang-gadang suruh maju, kemudian saya diperintah maju. Saya itu merenungkan.