News - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah dalam proses mencari calon pimpinan baru mereka untuk periode 2024-2029. Krisis kepemimpinan di KPK dan masalah internal di lembaga antirasuah saat ini membuat IM57+ – organisasi masyarakat sipil mantan pegawai KPK – memandang pembenahan di KPK tidak bisa dilakukan biasa-biasa saja.

Bertandang ke kantor Tirto, Ketua IM57+, M Praswad Nugraha, dan Sekjen mereka, Lakso Anindito, menuturkan banyak pandangan soal situasi kinerja KPK dan kondisi upaya pemberantasan korupsi saat ini.

Menurut Abung, sapaan akrab Praswad, penurunan kinerja pemberantasan korupsi saat ini memang buah dari upaya pemerintah dan DPR menggembosi taji KPK lewat revisi UU KPK pada 2019 silam. Revisi itu membuat lembaga antirasuah berada di bawah rumpun eksekutif sehingga kehilangan independensi mereka dalam memberantas korupsi.

Ditambah, Pansel untuk capim dan dewas KPK periode 2019-2023, malah meloloskan calon pimpinan bermasalah sebab punya rekam jejak etik dalam pemberantasan korupsi. Terbukti hasilnya, mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, saat ini merupakan tersangka kasus pemerasan di pusaran perkara korupsi yang menyandung Syahrul Yasin Limpo (SYL).

“Dan kita tahu persis [saat itu] bahwa ini bakal hancur nih KPK kalau begini. Sampai sempat kita tutup gedung KPK pakai kain hitam. Lalu kita buat acara pemakaman KPK,” kata Abung kepada Tirto dalam acara podcast For Your Politics - Intervensi di Kasus Harun Masiku dan Pesan untuk Pak Prabowo.

Abung menilai idealnya calon pimpinan KPK tidak diisi oleh figur yang juga aktif bertugas di lembaga penegak hukum lain. Pasalnya, hal tersebut menimbulkan konflik kepentingan dan loyalitas ganda.

“Jadi harapan kami memang periode yang akan datang ini, periode yang akan dipilih 2024 ini, itu adalah pimpinan-pimpinan KPK yang tidak berasal dari petugas-petugas dari penegak hukum dari lembaga penegak hukum lain,” tegas dia.

Di sisi lain, Lakso memandang bahwa pembenahan di KPK sudah harus ada di taraf luar biasa. Pembenahan biasa-biasa saja menurut dia tidak cukup mengembalikan taji KPK.

“Jadi sebetulnya kalau ingin ada itikad untuk memperbaiki KPK, itu upaya biasa-biasa saja tidak cukup,” ujar Lakso.