News - Berbekal gagasan akan darek sebagai tempat asal dan rantau wilayah pertualangan, orang-orang Minangkabau termotivasi mencari peruntungan hingga ke daerah-daerah yang jauh, salah satunya Semenanjung Malaya.

Sulit mencari bukti tertulis dari sumber lokal tentang orang-orang Minang yang sudah di sana bahkan sebelum Kerajaan Malaka. Tapi catatan-catatan Eropa awal khususnya Portugis, Belanda, dan Inggris, mulai abad ke-16 hingga 19 telah menyingkap keberadaan dan aktivitas mereka.

Barbara Watson Andaya dalam Recreating a Vision: Daratan and Kepulauan in Historical Context (1997) menunjukkan bahwa tanpa emas dari Minangkabau--yang sekali tiba bisa mencapai 8 kandil (227 kg)--yang ditukarkan dengan kain dari Hindia, Malaka tidak akan makmur. Maka itu, akses tiga sungai (Kampar, Siak, dan Inderagiri) ke pedalaman Minangkabau selalu berupaya dikontrol Kerajaan Malaka.

Sebagai bangsa Eropa pertama ke Semenanjung Malaya dan bercokol nyaris dua abad, Portugis mengonfirmasi eksistensi orang-orang Minangkabau, salah satunya lewat Suma Oriental karya Tome Pires pada awal abad 16. Sumber ini menyebut sebagian besar emas yang diperdagangkan di Malaka pada masanya dibawa para pedagang Minangkabau.

Catatan Portugis selanjutnya dari João de Barros dalam Decadas de Asia. Ia menguatkan realita yang sama di paruh kedua abad ke-16. Menurut sumber ini, hanya beberapa tahun setelah menguasai Malaka, Portugis mengirim utusan kepada Raja Minangkabau di pedalaman Sumatra yang disebut belum Islam, agar tetap mengirim para pedagang ke Semenanjung Malaya.

Seterusnya, sumber manuskrip Portugis anonim dari akhir abad ke-16 konsisten dengan dua catatan sebelumnya: Minangkabau masih menjadi negeri asal komoditi logam mulia tersebut selain sejumlah produk hasil bumi yang menjanjikan.