News - Multiple sklerosis (MS) adalah penyakit langka. Menurut data Indonesia Foundation of Multiple sklerosis, hanya terdapat 80 penyandang MS di Indonesia. Kendati tak begitu populer, di Indonesia nyatanya ada yang terkena MS, salah satunya Kanya Puspokusumo yang sudah menyandang MS sejak tahun 1997.
Saat ini belum ada obat atau terapi yang bisa menyembuhkan penyakit langka ini.
Apa sebenarnya penyakit multiple sklerosis?
Multiple sklerosis merupakan penyakit autoimun yang menyerang otak dan sumsum tulang belakang. Jika seharusnya sel imun berfungsi melindungi tubuh dari kuman penyakit, pada kasus autoimun, sel imun justru menyerang dan merusak sel-sel tubuh.
Pada manusia normal, ketika ada kuman masuk akan segera dilawan oleh sel darah putih. Tapi yang terjadi pada penyandang multiple sklerosis, sel darah putih terlalu aktif dan menyerang sel-sel saraf.
Gejala multiple sklerosis
Sejumlah gejala yang bisa menjadi pertanda seseorang menyandang MS antara lain mudah lelah, terganggu penglihatannya, bermasalah dalam keseimbangan sehingga terkadang bermasalah saat berjalan, mudah kebas atau kram dan bermasalah saat berpikir.
"Lebih dari 50 persen penyandang terganggu penglihatannya, dari pandangannya kabur, sampai menghilang, gangguan keseimbangan dan memburuk pada kondisi panas. Pasien tidak suka panas, mandi air terlalu panas, penglihatan suka dirasa menurun," papar dr. Riwanti Estiasari, SpS(K), ahli neorologi dari departemen neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dilansir Antara.
Autoimun pada multiple sklerosis menghancurkan myelin, yakni zat lemak yang melapisi dan melindungi serabut saraf di otak dan sumsum tulang belakang. Akibatnya, hantaran saraf terganggu. Myelin dapat dianalogikan sebagai lapisan isolator pada kabel listrik. Ketika myelin pelindung atau isolator itu rusak, serat saraf akan terpapar dan aliran listrik terhambat. Akhirnya, saraf yang diibaratkan kabel-kabel halus listrik juga bisa mengalami kerusakan.
Akibat kerusakan myelin, sebanyak 33 persen penyandang multiple sklerosis mengeluhkan gejala berupa diplopia, yakni gangguan mata berupa melihat objek ganda.
Sebanyak 70 persen mengeluhkan lelah berlebihan, dan 30-50 persen merasa rasa nyeri di bagian-bagian tubuh tertentu. Selain itu, beberapa gejala lain yang mungkin dialami penyandang multiple sklerosis adalah gangguan keseimbangan (mudah jatuh), kesemutan, tulang gerak (ekstremitas) terganggu, dan tak tahan pada udara panas.
Penyebab multiple sklerosis
Faktor gaya hidup seperti merokok dan obesitas juga menyumbang risiko paparan multiple sklerosis. Zat dalam rokok mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Bahkan, perokok pasif dapat terkena risiko multiple sklerosis yang lebih tinggi dibanding perokok aktif. Penyandang multiple sklerosis yang berhenti merokok akhirnya memiliki jeda kambuh lebih lambat ketimbang saat mereka merokok.
Sementara itu, obesitas membuat tubuh kekurangan vitamin D, selain membuat sistem kekebalan tubuh terlalu aktif dan menyebabkan radang. Vitamin D berperan dalam mengatur respons imun, dengan menurunkan produksi sitokin proinflamasi dan meningkatkan produksi sitokin anti-inflamasi.
Faktor tersebut secara tidak langsung menjelaskan alasan multiple sklerosis lebih banyak menyerang ras kaukasoid. Paparan sinar matahari di wilayah mereka lebih rendah ketimbang di negara tropis di wilayah khatulistiwa.
Faktor genetik berpengaruh sebesar 1,5 persen pada anak yang memiliki orangtua penyandang, dan hanya berpengaruh 2,5-5 persen pada kerabat jauh. Sementara itu, risiko terkena MS pada saudara kandung penderita adalah 2,7 persen.
Pencegahan multiple sklerosis
"Ketika diteliti penyandang MS, kadar vitamin D dalam tubuhnya rendah di bawah normal," kata Dr Riwanti Estiasari.
Selain itu, menerapkan hidup sehat salah satunya menghindari kebiasaan merokok juga bisa menjadi upaya lainnya demi meminimalkan terkena multiple sklerosis
"Jaga kesehatan, istirahat cukup, makan bernutrisi, hindari stres," kata Riwanti.
Terkini Lainnya
Artikel Terkait
Riset: Pola Tidur Buruk Saat Remaja Berisiko Multiple Sclerosis
Multiple Sclerosis, Penyakit Berat yang Belum Ada Obatnya
Populer
Krisis Global: Upaya Indonesia di Tengah Tragedi Kerusakan Bumi
Kemendag: Shoptokopedia Jadi Pengganti TikTok Shop
Kualitas Strategi STY, Kunci Timnas U-23 Atasi Taeguk Warriors
Mendag Minta Masyarakat Maklum Bila Harga Pangan Naik
Nasdem Resmi Nyatakan Bergabung ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
UKT Capai Rp9 Juta, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Minta Keringanan
Prabowo-Gibran Beri Sinyal Tak Rangkul Semua Partai, Rugi Dong!
Buat Publik Geram, Galih Loss Akhirnya Dijerat UU ITE, Tepatkah?
Flash News
Timnas U-23 Melaju ke Semifinal AFC, Jokowi: Sangat Bersejarah
Pemerintah RI Terus Dorong Palestina Jadi Anggota Penuh PBB
Demokrat Hargai Keputusan Prabowo Terima Nasdem Gabung ke KIM
Kejagung Kembali Sita 3 Mobil Mewah Milik Harvey Moeis
Komisi II DPR Buka Peluang Pembahasan Omnibus Law UU Kepemiluan
Sri Mulyani: APBN Surplus Rp8,1 Triliun hingga Maret 2024
Gerindra: Komunikasi Politik Terus Dilakukan, Termasuk ke PDIP
Disdukcapil DKI: Penonaktifan NIK Bakal Kurangi Angka Golput
PKB Akui Berat Lanjutkan Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024
PKB Tak Ambil Pusing soal Jatah Kursi di Kabinet Prabowo-Gibran
PKS Siap Bekerjasama dengan PKB di Pilkada 2024
Apakah Timnas Indonesia Pernah Lolos Olimpiade?
Apa itu Knetz yang Trending Usai Indonesia U23 Kalahkan Korsel?
5 Isi Rangkuman Konferensi Pers Min Hee Jin ADOR tentang HYBE
Timeline Rekrutmen Bersama BUMN 2024, Catat Tanggal Pentingnya