News - Indonesia merupakan negara produsen nikel terbesar di dunia. Produksinya pada 2023, menurut laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) mencapai 1,8 juta metrik ton. Nilainya meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 1,58 juta ton.

Dengan kapasitas tersebut, Tanah Air berkontribusi hampir 50 persen terhadap total produksi nikel global. Tidak hanya itu, cadangan nikel di Indonesia juga yang terbesar, yakni mencapai 55 juta metrik ton atau setara 42,3 persen dari total cadangan global.

Sementara Australia, menempati peringkat kedua pemilik cadangan nikel terbesar di dunia pada 2023 dengan total produksinya mencapai 24 juta metrik ton. Lalu diikuti oleh Brasil dengan mengantongi 16 juta metrik ton cadangan nikel pada periode yang sama.

Saat ini kebanyakan produk olahan nikel di dunia dimanfaatkan untuk kebutuhan bahan baku baja anti karat alias stainless steel (70 persen). Kemudian sisanya dioleh untuk bahan baterai, paduan logam, dan bahan baku industri seperti lapisan anti korosi, katalis, atau magnet.

Sebagai salah satu komponen utama stainless steel dan baterai, nikel tentu telah memainkan peranan penting dalam transisi dari energi fosil menjadi energi terbarukan. Ini seiring dengan tren permintaan teknologi rendah karbon, termasuk kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

Peningkatan permintaan atas produk olahan nikel ini lah yang mendorong pemerintah untuk menggenjot hilirisasi dan melakukan pembatasan ekspor bahan mentah. Kebijakan ini berbuah manis. Pendapatan Indonesia dari mineral ini meningkat hingga 30 miliar dolar AS atau setara Rp465 triliun (kurs rupiah Rp 15.500 per dolar AS).

Hal ini sangat jauh dibandingkan dengan pendapatan Indonesia sebelum adanya hilirisasi, di tahun 2017 - 2018. Nilai ekspor bijih saat itu hanya mencapai 3 miliar dolar AS atau Rp46,5 triliun.