News - Sejumlah hotel peninggalan Belanda sampai kiwari masih kokoh berdiri, bahkan sebagian masih aktif beroperasi. Sebagai contoh, ada Hotel Savoy Homann dan Grand Preanger di Bandung. Juga Hotel Majapahit atau Hotel Yamato di Surabaya.

Meski beberapa masih bertahan, ada pula hotel-hotel yang kiwari hanya menyisakan bangunannya saja, seperti Hotel Tugu di Yogyakarta yang kondisinya tidak terlalu terurus. Kondisi itu membuat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan sejak 2021 lalu sudah berencana untuk menyelamatkan Hotel Tugu.

Cikal bakal keberadaan Hotel Tugu (dulu dikenal dengan Toegoe), muncul tak lama setelah jalur kereta api hadir di Yogyakarta, perpanjangan jalur dari Kemijen-Tanggung yang merupakan jalur kereta api pertama di Indonesia.

Jalur Kemijen-Tanggung sepanjang sekitar 25 km dibangun oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschapppij (NISM) pada tahun 1864 hingga 1867. Jalur ini kemudian diperpanjang hingga wilayah Vorstenlanden yang mencakup wilayah Surakarta dan Yogyakarta hingga selesai dibangun pada 1873. Di Yogyakarta, stasiun terakhir milik NISM adalah Stasiun Lempuyangan.

Jalur kereta api ini dibangun untuk kepentingan pengangkutan hasil bumi. Melalui kereta api, perjalanan dari Semarang menuju Vorstenlanden dapat lebih cepat daripada melewati jalan raya. Hal ini terjadi karena kondisi jalan raya yang menghubungkan dua daerah itu tidak terlalu baik.

"Buruknya kondisi jalan raya karena pada umumnya jalanan tersebut terbuat dari tanah yang tidak diperkeras," tulis sejarawan Waskito Widi Wardojo dalam Spoor Masa Kolonial: Dinamika Sosial Ekonomi Masyarakat Vorstenlanden 1864-1930 (2013, hlm. 54).

Seiring waktu, kereta api jalur Semarang hingga Vorstelanden juga dimanfaatkan oleh orang-orang untuk sarana transportasi menuju ke beberapa tempat wisata, seperti Candi Borobudur. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh H.L. Odenwalder dengan membuka Logement Toegoepada awal Mei 1876.

Tak hanya penginapan, ia juga menawarkan fasilitas lain berupa transportasi khusus penjemputan dari Stasiun Lempuyangan ke penginapan, atau dari penginapan menuju ke Candi Borobudur di Magelang, seperti ditulis surat kabar De Locomotief edisi 26 April 1876.

Rupanya, penginapan ini tidak berumur panjang. Pada 1 November 1878, Logement Toegoe berhenti beroperasi. "Pengumuman, tanggal 1 November Logement Toegoe resmi ditutup," tulis surat kabar De Locomotief edisi 30 Oktober 1878.

Butuh waktu sekitar empat tahun untuk kembali menghidupkan penginapan ini. Pada 1 Juni 1882 Hotel de Volharding berdiri setelah bangunan eks Logement Toegoe berpindah kepemilikan. Hotel ini juga menawarkan fasilitas lain seperti kereta kuda untuk penjemputan yang lebih modern, serta kuda-kuda dengan kualitas baik.

"Hotel de Volharding sangat direkomendasikan untuk masyarakat. Lokasi yang bagus, pelayanan baru, kereta kuda yang rapi, kuda yang bagus, dan layanan yang cepat," tulis De Locomotief edisi 26 Mei 1882.

Setahun kemudian, Hotel de Volharding berganti nama menjadi Hotel Toegoe, sejak itulah nama Hotel Toegoe mulai dikenal sampai sekarang.