News - Mahkamah Konstitusi resmi menolak seluruh permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Perkara tersebut tercatat dengan nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan 2/PHPU.PRES-XXII/2024.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Dalam pembacaan putusan perkara Timnas AMIN atau perkara nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, Mahkamah menyatakan sejumlah dalil permohonan yang diajukan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Ada beberapa permohonan yang disorot antara lain, permohonan tim seleksi KPU-Bawaslu dinilai tidak terbukti melanggar ketentuan pasal 22 ayat 1 huruf a jo pasal 117 Undang-Undang Pemilu.

Mereka menilai Keputusan Presiden 120/P tahun 2021 tidak mencantumkan status anggota seleksi. Tidak hanya itu, Mahkamah juga menjawab soal status Anggota Kompolnas Poengky Indarti yang berstatus sebagai perwakilan masyarakat. Dalam putusan mereka menilai tidak ada korelasi pemilihan anggota KPU-Bawaslu dengan perolehan suara.

"Adapun benar terdapat unsur pemerintah melebihi 3 orang quad non, sulit bagi Mahkamah menemukan korelasi antara jumlah tersebut dengan independensi KPU atau anggota Bawaslu dalam menjalankan tugasnya, terlebih sulit pula bagi Mahkamah untuk menemukan korelasi jumlah unsur tim seleksi tersebut dengan perolehan suara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 2024," kata Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, saat membacakan pertimbangan.

Selain itu, Mahkamah juga menyoroti soal endorse dan korelasi pembagian bansos yang dilakukan Presiden Joko Widodo dengan kenaikan elektabilitas Prabowo-Gibran.

Pada kasus dukungan Jokowi kepada pasangan Prabowo-Gibran, Mahkamah melihat aksi endorse adalah upaya komunikasi pemasaran untuk melekatkan citra pada kandidat. Hal itu tidak melanggar aturan, tetapi berpotensi melanggar etika.

"Namun, endorsement atau pelekatan citra diri demikian, sebagai bagian dari teknik komunikasi persuasif, potensial menjadi masalah etika manakala dilakukan oleh seorang presiden yang notabene dirinya mewakili entitas negara," kata Hakim Konstitusi, Ridwan Mansyur.

Peresmian RSPPN Panglima Besar Soedirman

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) meninjau fasilitas rumah sakit saat peresmian Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara (RSPPN) Panglima Besar Soedirman di Jakarta, Senin (19/2/2024). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt.

Dalam korelasi pembagian bansos, hakim mencatat pengacuan anggaran bansos maupun perlindungan sosial sudah memenuhi prosedur sesuai pasal 23 ayat 1 jo ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah pun tidak bisa memprediksi niatan lain dalam penyaluran perlinsos maupun bansos.

Mahkamah juga menemukan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran bansos adalah situs anggaran. Majelis hakim mengakui hasil survei terlihat bansos bisa mempengaruhi pemilih tetapi mengesampingkan keterangan tersebut.

Alasannya, keterangan yang diberikan tidak utuh sehingga menimbulkan ketidakyakinan Mahkamah soal bansos. Selain itu, dalil pemohon mengaitkan bansos dengan pilihan pemilih dengan penghitungan ekonometrika tidak bisa dikaitkan.

"Terhadap dalil pemohon yang mengaitkan bansos dengan pilihan pemilih, Mahkamah tidak meyakini adanya hubungan kausalitas atau relevansi antara penyaluran bansos dengan peningkatan perolehan suara salah satu pasangan calon," kata Hakim Konstitusi, Arsul Sani, saat membacakan pertimbangan.

Selain itu, Mahkamah juga menyoroti soal potensi pelanggaran yang dilakukan kandidat yang didalilkan pemohon. Dalam dalil pendiskualifikasian Gibran, majelis hakim memutuskan tidak beralasan menurut hukum. Hakim konstitusi, Arief Hidayat, menilai tidak ada permasalahan keterpenuhan syarat Gibran selaku cawapres.

Sebab itu, para hakim menilai tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari pihak terkait dan hasil verifikasi serta penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh termohon telah sesuai dengan ketentuan.

Mayor Teddy Indra Wijaya

Mayor Teddy Indra Wijaya, ajudan Prabowo Subianto. (Instagram/@tedskygallery)

Kemudian, soal netralitas aparat, majelis hakim menyoroti pada tiga hal. Pertama, netralitas TNI/Polri. Salah satunya adalah kasus keberadaan eks ajudan Prabowo Subianto Mayor Teddy Indra Wijaya dalam kegiatan debat KPU.

Hakim Konstitusi, Arsul menjelaskan keberadaan Teddy tidak melanggar hukum sebagaimana amanat pasal 281 ayat 1 huruf a bahwa peserta pemilu tidak boleh menggunakan fasilitas kecuali fasilitas keamanan.

"Dengan demikian kehadiran Mayor Teddy dalam acara debat calon presiden dan wakil presiden dalam kapasitas sebagai petugas pengamanan dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Hal demikian ditegaskan juga oleh Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono," kata Arsul Sani.

Poin kedua, dalam kapasitas pejabat, Mahkamah juga menjawab tudingan Prabowo melanggar kampanye dengan peresmian sumur bor di Sukabumi, Jawa Barat. Berdasarkan pemeriksaan dari bukti yang ada, Mahkamah menilai pemohon tidak dapat membuktikan pelanggaran kampanye pemilu.

Selanjutnya, hasil pengawasan Bawaslu menyatakan tidak melanggar hukum, apalagi Prabowo berstatus sebagai Menteri Pertahanan. Selain itu, kehadiran Prabowo di Banyumas maupun upaya program bedah rumah di Cilincing, Jakarta Utara juga tidak ada pelanggaran hukum.

"Dengan demikian, Mahkamah tidak dapat menilai lebih lanjut bukti yang diajukan oleh pemohon," kata Hakim Konstitusi, Guntur Hamzah.

Masih dalam poin yang sama, majelis hakim juga menyoroti pejabat setingkat menteri lain, salah satunya soal keberadaan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, dalam kasus APPSI di Semarang.

Dalam penelaahan para hakim, mereka memahami dugaan pelanggaran sudah ditangani Bawaslu. Tetapi, pengawas pemilu dinilai belum memperhatikan aspek penggunaan fasilitas negara, citra diri, hingga waktu pelaksanaan tahapan pemilu. Sebab itu, perlu pisau analisis yang lebih komprehensif.

Hal senada juga dalam kasus Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto. Majelis hakim menuturkan dari hasil pengawasan Bawaslu tidak menemukan dugaan pelanggaran pemilu pada kedua acara yang dihadiri Airlangga yaitu pembagian sembako dan HUT Partai Golkar sehingga putusan tersebut dihargai Mahkamah.

Ketiga, terkait ketidaknetralan pejabat kepala daerah. Dua dari berbagai contoh yang menjadi sorotan adalah sikap Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin dan pengarahan kepala desa untuk pemenangan pasangan Prabowo-Gibran di Kabupaten Bogor.

Dalam kasus Bey, majelis hakim menilai, kubu pemohon yaitu Timnas AMIN hanya mengajukan bukti video dari media online. Mereka menilai tidak ada substansi spesifik ketidaknetralan Bey Machmudin kepada pasangan Prabowo-Gibran. Selain itu, para hakim juga melihat AMIN tidak menggunakan hak hukum saat menemukan temuan tersebut.

"Pemohon maupun Bawaslu tidak mengajukan bukti berupa laporan dugaan penyelenggaraan kampanye pemilu terhadap peristiwa tersebut," kata Guntur Hamzah.

Pengarahan aparatur untuk mendukung paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran di Forum Koordinasi Kepala Desa Sekda Kabupaten Bogor Burhanudin tidak beralasan secara hukum. Dalam kasus ini, majelis hakim menilai tidak ada pelanggaran karena pemohon tidak mengajukan pelaporan ke Bawaslu setelah menilai bukti dan keterangan dalam persidangan dari berbagai pihak.

"Dengan demikian, Mahkamah tidak dapat menilai lebih lanjut atas peristiwa yang didalilkan pemohon. Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, dalil pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," kata Guntur.