News - Bangunannya lebar dan tinggi. Jika dilihat dari atas, ia berbentuk persegi panjang. Dindingnya tebal dan hampir setiap sisi dipenuhi jendela kaca berukuran besar. Ditambah atap model pelana, nuansa Indo-European Style memancar jelas dari arsitektur pabrik teh Gunung Mas di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.

Kini pabrik itu sudah tidak beroperasi lagi, beralih fungsi menjadi gudang. Tapi ia tetap menyimpan kenangan indah. Ia adalah satu di antara simbol kejayaan emas hijau di Bumi Priangan. Kisahnya diulas Lia Nuralia dalam penelitian berjudul Symbol of Glory of Tea Plantation in Indonesia: Case of Eks Tea Factory Building of Gunung Mas 1910 In Cisarua, Bogor (2018).

Kebun teh Gunung Mas ada sejak zaman kolonial Belanda. Tepatnya pada 1910. Pemilik awal adalah orang Perancis anggota Societe Franco-Neerlandaise de Culture et de Commerce. Setelah diambil alih Naamloze Vennootschap Tiedemant E. Van Kerchem (NV. TVK), Gunung Mas dan Tjikopo Zuid atau Perkebunan Cikopo Selatan bergabung pada 1954.

Sejak masa lampau, Priangan atau Parahyangan – orang Belanda menyebutnya Preanger – sudah tersohor dengan komoditas pertanian, termasuk teh. Setelah Indonesia merdeka, wilayah ini masuk dalam Provinsi Jawa Barat. Produksi teh mereka pernah mengalami perkembangan pesat kurun 1895-1939.

Pada masa kolonial Belanda, teh asal Priangan jadi komoditas ekspor primadona. Petani di sini lebih sejahtera ketimbang petani di daerah tengah dan timur Pulau Jawa. Mereka juga memeroleh keistimewaan lantaran tidak terjamah sistem tanam paksa. Nyaris tak ada riak perlawanan penduduk selama era penjajahan abad ke-19.