News - Pilkada Jakarta tahun ini kembali diisi tokoh jalur independen. KPU DKI Jakarta menyatakan bahwa ada satu paslon yang mendaftarkan diri maju Pilkada Jakarta via jalur independen, yakni mantan Wakil Kepala BSSN, Dharma Pongrekun bersama Kun Wardana Abyoto. Kabar tersebut dipastikan oleh KPU DKI Jakarta setelah menutup pendaftaran penyerahan syarat dukungan bakal paslon gubernur-wakil gubernur secara perorangan pada Minggu (12/5/2024).

"Hari ini [Minggu kemarin] adalah hari terakhir penyerahan syarat dukungan minimal untuk calon perseorangan gubernur atau wakil gubernur," ucap Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU DKI Jakarta Dody Wijaya, dalam keterangannya, Senin (13/5/2024).

Tentu saja, pendaftaran Dharma-Kun menjadi pendaftaran kembali kandidat secara perseorangan setelah Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu. Pada Pilkada Jakarta 2012, setidaknya ada dua pasang kandidat yang bertarung untuk memperebutkan kursi gubernur dan wakil gubernur lewat jalur independen, yakni Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria dan Faisal Batubara-Biem Triani Benjamin.

Harus diakui, maju dari jalur independen tidak lah mudah. Sudirman Said adalah contoh nyata gagal maju Pilkada DKI Jakarta via jalur perseorangan. Mereka harus mengumpulkan setidaknya 618.969 KTP sebagai bukti dukungan warga. Namun, mereka hanya mengumpulkan 319 ribu dukungan.

"Sejak kami bergerak mengumpulkan dukungan dari tanggal 1 Mei 2024 sampai berakhir pendaftaran 12 Mei 2024, kami sudah berhasil mengumpulkan 319 ribu dukungan," ucap Tim Relawan Sudirman Said, Teguh Setiawan, dalam keterangannya, Senin (13/5/2024).

Para relawan ini akhirnya menghentikan proses pencalonan di Pilkada DKI Jakarta via jalur perseorangan. Kini, mereka berupaya untuk mengegolkan Sudirman maju via parpol.

Sudirman Said

Sudirman Said menjamin internal koalisi Timnas AMIN masih solid sata berada di Rumah Perubahan, Jakarta Selatan pada Senin (19/2/2024). (News/M. Irfan Al Amin)

Di sisi lain, tantangan untuk menang para kandidat lewat jalur perseorangan juga sulit. Mengacu pada kasus Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu, Faisal-Biem maupun Hendardji-Ariza gagal lolos ke putaran kedua.

Kedua pasang tokoh tersebut gagal lolos putaran kedua dengan mengantongi suara di bawah 300 ribu yakni Hendardji-Ariza sebanyak 85.990 atau 1,98 persen dan Faisal-Biem dengan 215.935 atau 4,98 persen.

Mereka gagal mengalahkan pasangan dari parpol seperti Foke-Nara yang didukung Demokrat, PAN dkk dengan 1.476.648 (34,05%), Jokowi-Ahok dengan 1.847.157 (42,6%) dan Hidayat-Didik yang didukung PKS lewat 508.113 suara (11,72%).

Selain Pilkada Jakarta 2012, Pilkada Solo 2020 juga menjadi contoh bagaimana jalur independen kalah bersaing. Pasangan Bagyo Wahyono bersama Suparjo Fransiskus Xaverius harus kalah dengan pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa dalam Pilkada Solo. Mereka hanya mengantongi 35.055 suara atau 13,5 persen sementara Gibran-Teguh mengantongi 225.451 suara atau 86,5 persen.

Kalau pun ada yang menang, ada tantangan dari segi pelaksanaan pemerintahan. Salah satu contoh yang menjadi sorotan adalah kepemimpinan Garut di bawah Aceng Fikri dan Diky Chandra. Aceng yang maju bersama Diky berhasil memenangkan Pilkada Garut 2008 lewat jalur independen dengan memperoleh 57 persen suara.