News - Metode pengambilan gambar yang muncul pada masa awal pengembangan fotografi adalah Daguerreotype yang dikembangkan oleh Joseph Nicephore Niepce dan Louis-Jacques-Mande Daguerre pada 1830-an.

“Setelah melakukan percobaan-percobaan dengan berbagai macam material dan bahan kimia, Daguerre akhirnya mendapatkan hasil. Ia berhasil membuat foto bermedia tembaga yang diberi nama sesuai namanya,” tulis Piti Ermawati dalam “Media Fotografi Abad ke-19: Daguerrotype, Calotype, dan Collodion” yang terbit dalam Jurnal Rekam (Vol. 13, No. 2, Oktober 2017).

Kabar mengenai Daguerrotype dengan segera menyebar ke berbagai negara di dunia, termasuk Hindia Belanda.

Jean German Taylor, dalam artikelnya “Aceh dalam Narasi Foto, 1873-1930” yang terbit pada Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia (2013), menulis bahwa Pemerintah Hindia Belanda dengan cepat memahami potensi fotografi, terutama setelah munculnya Daguerreotype.

Hal itu lalu dibuktikan dengan pemerintah yang memesan foto-foto pemandangan alam dan tinggalan purbakala melalui Jurrian Munnich pada 1842. Jurrian Munnich, merupakan seorang pejabat dinas Kesehatan.

Munnich mendapat undangan dari Kementerian Urusan Negeri Jajahan pada 1842. Selama mengambil gambar di Jawa, Munnich yang ditemani arkeolog W.A. van den Ham menggunakan teknik Daguerreotype. Namun, alih-alih mendapatkan hasil jepretan dengan kualitas yang bagus, hasil jepretan Munnich malah sebaliknya.

“Dari 64 gambar hasilnya sangat mengecewakan. Kegagalannya lebih bersifat teknis dan kelembaban udara tropis yang luput dari perhitungannya,” ungkap Achmad Sunjayadi dalam “Mengabadikan Estetika, Fotografi dalam Promosi Pariwisata Kolonial di Hindia-Belanda” yang terbit pada Wacana (Vol. 10, No. 2, Oktober 2008).