News - Perdebatan mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menangani sengketa hasil pemilihan umum kembali menyeruak seiring dengan proses sengketa hasil pilpres 2024. Terdapat dua pertanyaan terkait kewenangan MK dalam memutus perselisihan pilpres yakni: apakah kewenangan MK hanya terbatas pada hasil penghitungan suara, atau MK juga memiliki kewenangan untuk menilai proses pemilihan umum tersebut.

Perbedaan pandangan mengenai kewenangan MK tersebut mempopulerkan kembali idiom MK sebagai “Mahkamah Kalkulator”. Pandangan yang membatasi kewenangan MK hanya sebatas pada hasil penghitungan suara mendudukkan MK untuk berkutat pada jumlah suara saja.

Sependek ingatan penulis, penggunaan istilah “kalkulator” mulai populer ketika Jimly Ashiddiqie, saat menjabat sebagai hakim konstitusi, seringkali menegaskan bahwa dalam persidangan perselisihan hasil pemilu pihak yang bersengketa hanya perlu membawa kalkulator. Pandangan Jimly tersebut mendapatkan penolakan dari berbagai pihak, yang kemudian melahirkan pandangan kedua. Pandangan kedua melihat bahwa MK juga seharusnya dapat menilai proses pemilihan umum secara keseluruhan.