News - Dalam dinamika politik Indonesia saat ini, peran parlemen sebagai lembaga representatif rakyat semakin tergerus oleh dominasi presidensialisme yang kuat. Fenomena ini mencerminkan sebuah paradoks dalam sistem demokrasi kita, di mana kekuasaan eksekutif sering kali mendominasi atas fungsi legislatif (DPR dan DPD) yang seharusnya independen dan kuat.
Data yang tersedia menunjukkan bahwa efektivitas parlemen dalam menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan semakin tereduksi. Pemantauan yang dilakukan oleh Indonesian Parliamentary Center pada tahun 2023 menemukan bahwa hanya sekitar 40 persen anggota parlemen yang aktif berpartisipasi dalam proses legislasi yang substansial.
Kehadiran yang rendah ini mencerminkan tantangan dalam memastikan parlemen benar-benar mewakili aspirasi dan kepentingan rakyat (IPC, 2023).
Presidensialisme yang menguat juga tercermin dalam praktik politik sehari-hari. Sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Joko Widodo (Jokowi), terlihat tren penguatan eksekutif dalam proses legislasi.
Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan oleh presiden dibandingkan dengan inisiatif DPR maupun DPD. Dominasi figur presiden dalam pengambilan keputusan strategis seringkali mengesampingkan peran parlemen sebagai badan legislatif yang berdaulat.
Keputusan-keputusan penting seperti kebijakan ekonomi, hukum, dan keamanan sering diambil tanpa konsultasi yang memadai dengan lembaga legislatif, mengurangi transparansi dan akuntabilitas dalam proses keputusan nasional.
Lemahnya Peran Parlemen
Lemahnya kelembagaan parlemen (DPR dan DPD) juga tercermin dalam kualitas debat dan pengambilan keputusan di dalamnya. Diskusi-diskusi yang substansial sering kali tergantikan oleh perdebatan politis sempit atau oleh upaya-upaya partisan yang memperlemah esensi dari fungsi parlemen sebagai wakil rakyat.
Fraksi-fraksi partai politik di parlemen sering kali lebih fokus pada mempertahankan kepentingan partai daripada memperjuangkan kepentingan publik secara luas. Lalu, DPD di Indonesia tidak memiliki peran yang signifikan dalam pengambilan keputusan dalam hal ini fungsi legislasi karena posisi DPD hanya sebagai pemberi rekomendasi jadi yang memberikan keputusan hanya Pemerintah dan DPR.
Pengaruh partai politik dalam menentukan agenda dan orientasi kebijakan di parlemen juga menunjukkan adanya polarisasi politik yang dalam.
Ketergantungan anggota parlemen pada kebijakan partai seringkali mengaburkan pandangan independen mereka dan membatasi kapasitas mereka untuk bertindak sebagai penyeimbang kekuasaan eksekutif. Imbasnya, independensi Anggota DPR tidak berjalan luwes.
Sebenarnya DPR memiliki fungsi pengawasan yang digunakan untuk mengawasi mitra kerjanya, tujuan dari pengawasan ini lebih banyak di jabarkan mengenai tipologi yang berkembang terkait dengan hak pengawasan oleh parlemen secara global, atau yang dikenal dengan istilah “scrutiny.”
Apabila didasarkan pada tujuan dan objektifnya maka dapat dibagi ke dalam dua tipe yaitu oversight dan overview. Menurut Tom Caygill salah satu akademisi di Universitas Trent Nottingham (Thesis, 2019: 58-66) oversight jika di klasifikasikan ke dalam bentuk pengawasan di parlemen yakni hak angket dan hak interpelasi. Sementara itu, overview yang sifatnya hanya memberikan rekomendasi pada rapat dengar pendapat dan kunjungan kerja spesifik maupun non-spesifik.
Ironisnya di tahun 2019-2024 DPR tidak pernah menggunakan mekanisme oversight yakni hak angket maupun hak interpelasi. Padahal banyak permasalahan terjadi yang perlu ada penyelidikan maupun investigasi. Ambil contoh kasus bocornya pusat data nasional, dugaan kecurangan pemilu 2024.
Kemudian juga isu tergerusnya kurs rupiah terhadap dollar AS yang mengakibatkan lemahnya fiskal APBN dan tidak stabilnya harga-harga kebutuhan pokok. Masyarakat mendapatkan dampak negatif dari permasalahan-permasalahan tersebut.
Itulah mengapa peran legislatif dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Hal ini untuk memberikan bagi publik secara luas. Lalu agar kedepan tidak mengulangi kesalahan yang sama serta menemukan solusi yang kongkret.
Menilai hal tersebut peran DPR dan DPD dalam hal ini tidak lebih seperti tukang stempel saja tanpa memiliki posisi yang strategis dalam hal check and balances.
Terkini Lainnya
Lemahnya Peran Parlemen
Restart Kelembagaan Parlemen
Artikel Terkait
Kepada DPR Periode Baru: Senayan Bukan Tempat Piknik Keluarga
Mampukah DPR Periode Baru Menjauh dari Julukan Tukang Stempel?
Tragedi Demokrasi di Balik Sikap Parpol Pecat Caleg DPR Terpilih
Diskursus Timnas Indonesia: Naturalisasi vs Pembinaan Usia Muda
Populer
Daftar 49 Calon Menteri yang Dipanggil Prabowo ke Kertanegara
Anak Pertama Kaesang Lahir, Diberi Nama Bebingah Sang Tansahayu
Demo Hari Ini di Jakarta, Ribuan Aparat Gabungan Disiagakan
Basa-basi Nasdem Tak Mau Masuk Kabinet Prabowo, Berani Oposisi?
Asap Hitam PLTU Captive Membayangi Mimpi Besar Transisi Energi
Sri Mulyani Akui akan Jadi Menkeu Lagi di Kabinet Prabowo-Gibran
Tarif Ojol Mahal, Siapa yang Diuntungkan?
Budi Gunawan Diberhentikan Jokowi, DPR Siap Uji Kelayakan Calon
Flash News
Giring Mengaku akan Membantu Fadli Zon Urus Kebudayaan Indonesia
Jokowi soal TNI Luka akibat Serangan Israel: Enggak Boleh Itu!
Prabowo akan Tunjuk Trio Wamenkeu untuk Bantu Sri Mulyani
Taufik Hidayat Diminta Prabowo Urus Atlet & Olahraga Indonesia
Noel dan Budi Arie Dipanggil Prabowo, Dudung Fokus ke Pertahanan
Taufik Hidayat Prediksi Skor Timnas Indonesia vs Cina 2-0
Jubir PDIP Pastikan Pramono Tetap Berlaga dalam Pilkada Jakarta
TikTok & Universitas Airlangga Kolaborasi Tangkal Hoaks Pilkada
Soal 16 Menterinya Dipanggil Prabowo, Jokowi: Itu Keberlanjutan
Bambang Pacul Ungkap Ada 3 Faksi di PDIP soal Dukung ke Prabowo
Fahri Hamzah Sebut Dirinya Bakal Berperan di Satgas Perumahan
Polisi Tangkap Babysitter Cekok Anak Asuhnya Obat Penggemuk
Ketum Partai Gelora Anis Matta Diminta Prabowo Jadi Wamenlu
TNI AL Siagakan Sejumlah Kapal Perang saat Pelantikan Presiden
Prabowo Ingin Lantik Kepala BIN Bareng Menteri dan Wamen