News - Idul Adha 1445 H di Indonesia jatuh pada 17 Juni 2024 dan umat Islam akan merayakan hari besar dengan berkurban. Selama momentum Idul Adha, hukum menjual kulit hewan kurban sering kali menjadi perhatian umat Islam ketika Idul Adha. Pertanyaan utamanya adalah apakah boleh kulit hewan kurban dijual?

Banyak orang mungkin juga bertanya, apa panitia qurban boleh menjual kulit dari hewan kurban? Atau, bagaimana hukum menjual kulit hewan kurban untuk kepentingan masjid? Ada pula pertanyaan: apakah boleh kulit hewan kurban jadi upah untuk penyembelih?

Mayoritas ulama Mazhab Syafii berpendapat, orang yang berkurban (sohibul kurban) tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan kurbannya, termasuk daging dan kulit, meski ia berhak mendapatkan bagian.

Sohibul kurban berhak menerima bagian dari hewan kurbannya, kecuali jika ia berkurban karena nadzar. Namun, bagian hewan kurban hanya boleh dikonsumsi atau dimanfaatkan, dan tidak untuk dijual oleh sohibul kurban.

Dasar dari larangan itu adalah hadits riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Barangsiapa menjual kulit hewan kurbannya, maka tak ada kurban baginya," (HR Imam Al-Hakim dan Imam Al-Baihaqi. Hadis ini dishahihkan Albani).

Lantas, bagaimana apabila yang menjual kulit hewan kurban adalah panitia qurban atau orang yang menerima pembagian daging kurban?

Hukum Menjual Kulit Hewan Kurban

Mayoritas ulama dari mazhab Syafii (mazhab fikih yang diikuti oleh banyak umat Islam di Indonesia), berpendapat semua bagian hewan kurban tidak boleh diperjualbelikan. Bagian hewan kurban itu termasuk daging, kulit, tanduk, bulu dan lain sebagainya.

Larangan tersebut berlaku bagi sohibul kurban maupun orang yang menerima pembagian hewan kurban. Adapun panitia kurban statusnya sama dengan penerima daging kurban.

Dengan demikian, menjual kulit hewan kurban bagi orang yang berkurban dan panitia qurban hukumnya sama-sama tidak diperbolehkan.

Meski demikian, mengutip dari laman Bimas Islam Kemenag RI, ada pengecualian terkait hukum jual beli bagian tubuh hewan kurban.

Sejumlah ulama dari Mazhab Syafii menyatakan bahwa orang-orang fakir dan miskin yang menerima pembagian hewan qurban boleh memanfaatkan bagiannya untuk berbagai jenis keperluan, termasuk dijual.

Maka itu, orang fakir miskin boleh memanfaatkan bagian dari hewan kurban yang mereka terima, seperti daging maupun kulit, untuk dikonsumsi, dijual, dan keperluan lainnya.

Namun, orang kaya (punya kemampuan secara ekonomi) hanya boleh mengonsumsi dan memanfaatkan bagian hewan kurban (daging, kulit, dan lainnya). Alternatif yang lainnya, orang kaya bisa menyedekahkan bagian dari hewan kurban.