News - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meyakini kehadiran Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) dapat mereformasi industri jasa keuangan di Indonesia. Melalui upaya ini, diharapkan pasar keuangan Indonesia semakin dalam dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), M Imron mengatakan, di ASEAN industri keuangan Indonesia termasuk yang paling dangkal dan hanya didominasi sektor perbankan. Padahal untuk tujuan pembangunan memerlukan dana jangka panjang yang tak bisa didapatkan dari perbankan.

"Karena itu urgent ya untuk melakukan reformasi keuangan. Beberapa hal yang mendasari reformasi yang pertama adalah literasi keuangan yang rendah dan akses yang tidak setara terhadap pelayanan keuangan. Ini akar masalah yang perlu kita pecahkan bersama," kata Imron, dalam keterangan diterima Tirto, Rabu (31/5/2023).

Selain itu, lanjutnya, sektor keuangan juga masih dihadapkan dengan biaya transaksi yang tinggi, terbatasnya instrumen keuangan, hingga rendahnya kepercayaan dan perlindungan investor/konsumen.

"Kemudian kebutuhan kerangka koordinasi dan pengelolaan stabilitas sistem keuangan yang perlu diperbaiki lagi sehingga ketika ada shock/krisis maka kita sudah siap. Itu yang kita perbaiki dalam UU PPSK, mendorong stabilitas sistem keuangan, pendalaman pasar keuangan dan perlindungan konsumen. Kita harapkan dengan UU ini trust itu lebih terbentuk ya," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan independensi Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tetap terjaga dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Dia menjelaskan hal itu penting dalam sistem keuangan kepada masyarakat agar kepercayaan dan stabilitas sektor keuangan tetap terus terjaga serta makin kuat.

"Independensi mereka tetap bisa kita perkuat dan pertahankan karena ini adalah aset yang paling utama dan penting di dalam menjaga stabilitas sistem keuangan," katanya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dikutip dari Antara, Kamis (10/11/2022).

Dia menjelaskan dalam RUU PPSK tersebut lembaga-lembaga tetap tetap menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan amanah dalam menjaga stabilitas, mengawasi, serta membuat regulasi secara kredibel dan efektif. Dalam RUU PPSK, penguatan peranan BI diwujudkan dengan penegasan bahwa BI memiliki tujuan untuk mencapai stabilitas nilai tukar rupiah.

Kemudian memelihara stabilitas sistem pembayaran, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan di dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sementara, untuk mencapai hal itu BI bertugas untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, kredibel, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta menetapkan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial.

Sementara untuk OJK, Sri Mulyani menuturkan penguatan kelembagaan OJK antara lain dilakukan melalui penguatan aspek kepemimpinan Dewan Komisioner OJK. Diatur dengan menetapkan Ketua Dewan Komisioner OJK sebagai Pimpinan Dewan Komisioner dan memiliki wewenang untuk memutuskan jika tidak tercapai musyawarah mufakat.

"Dalam rangka meningkatkan fungsi check and balance, juga dilakukan pembentukan Badan Supervisi di OJK. Jadi independensi OJK tetap kita jaga, empowerment di dalam pengambilan keputusan ditingkatkan, namun tetap juga ada check and balance," ungkapnya.