News - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penyidikan kasus suap dan gratifikasi eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan tersangka lainnya.

Menurut Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, penyidikan akan berlanjut semaksimal mungkin sesuai hukum dan menjunjung tinggi profesionalisme.

"Kami sejak awal meyakini penyidikan yang dilakukan KPK sah baik secara formil dan kuat secara substansi," ucap Ali, dilansir Antara, Selasa (21/1/2020).

Dalam kasus suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar, KPK menetapkan tersangka Nurhadi, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS) dan Rezky Herbiyono (RHE) swasta atau menantu Nurhadi. Kasus tersebut terkait dengan tugas Nurhadi sebagai sekretaris MA periode 2011-2016.

Sejauh ini, Nurhadi belum ditahan oleh KPK. Fikri mengatakan, para tersangka dan saksi agar kooperatif saat dipanggil dalam penyidikan.

"Kami ingatkan agar para tersangka dan saksi yang dipanggil agar kooperatif, dan agar pihak-pihak lain jangan sampai membantu para tersangka apalagi menghambat penanganan perkara," ujar dia.

Hakim PN Jakarta Selatan baru saja menolak permohonan praperadilan Nurhadi dan dua tersangka lainnya.

Dalam pertimbangannya, praperadilan Nurhadi ditolak lantaran penindakan KPK sudah sesuai dengan prosedur hukum. Sehingga pendapat dari ahli yang dihadirkan tidak lagi dipertimbangkan.

"Menimbang berdasarkan bukti-bukti di atas, surat perintah penyidikan atau sprindik, yaitu nomor 143 dan 144 telah sah secara hukum," ujar, hakim Akhmad Jaini.

Terkait penolakan itu, Fikri menghargai putusan praperadilan dan akan melanjutkan penyidikan.

KPK telah menetapkan tersangka pada 19 Desember 2019. Nurhadi dan Rezky disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf b subsider pasal 5 ayat (2) lebih subsider pasal 11 dan/atau pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Hiendra disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b subsider pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.