News - Pada 1769, Nicolaus Cugnot menciptakan purwarupa transportasi baru bermodalkan mesin uap temuan Newcomen dan Watt.

Temuan ini mirip mobil di masa sekarang: dapat ditumpangi lebih dari seorang, lebih efektif dan efisien dibanding kendaraan konvensional lain. Kendaraan ini digadang-gadang menjadi masa depan transportasi masyarakat.

Satu abad kemudian, impian tersebut berhasil terwujud. Teknologi baru, yakni mesin pembakaran internal, baik bensin atau diesel, telah berhasil diciptakan menggantikan mesin uap. Selain itu, mesin tersebut juga perlahan telah disempurnakan oleh para insinyur Jerman.

Berkat temuan ini, lahirlah inovasi baru yang menggabungkan mesin dengan penggunaan gerobak dan kereta kuda, yakni mobil modern pada 1880-an. Temuan ini, kata James E. McCellan dan Harold Dorn dalam Science and Technology in World History (2006: 339), “berhasil menggantikan kuda yang ada di mana-mana dan membuat dunia memasuki era horseless cariage.”

Buruknya Kualitas Bahan Bakar

Temuan mesin pembakaran internal mendorong lahirnya industri mobil. Di Eropa ada Daimler-Motoren-Gesselschaft (cikal bakal Mercedez). Sedangkan di Amerika Serikat diprakarsai oleh Ford Motor Company. Di negara ini, tak kurang dari 4.000 mobil sudah mengaspal pada tahun 1900.

Dalam kurun waktu 10 tahun, kenaikannya ratusan kali lipat, tepatnya sebanyak 600.000 mobil di seluruh penjuru Paman Sam. Lebih dari itu, sektor komersil dan militer pun perlahan melakukan konversi mesin pada kendaraannya.

Meski demikian, muncul permasalahan baru. Seperti biasa, teknologi generasi pertama pasti tidak sempurna. Begitu juga dengan mesin pembakaran internal.

Mengutip Vikram Mittal dalam “The Development of the Octane Number Test and their Impact on Automotive Fuel and American Society” (2016), sekitar tahun 1910-an, para konsumen mengeluh bahwa mereka mendengar suara aneh dalam mesin.

Suaranya seperti ketukan pada pintu, dan lambat laun membuat kendaraan tidak bertenaga. Jika terus dibiarkan, hal ini akan berujung pada rusaknya mesin. Dalam otomotif, masalah ini disebut knocking.

Para teknisi menemukan permasalahan yang sama sekali lupa dipikirkan: kemajuan teknologi mesin harus disertai kemajuan teknologi bahan bakar. Artinya, yang membuat mesin mengalami knocking bukan dari mekanisme mesin itu sendiri, melainkan akibat buruknya kualitas bahan bakar.

Dipaparkan Robert Curley dalam Fossil Fuels (2012), saat itu proses pembuatan bensin dari minyak bumi menggunakan campuran zat heptana berlebih. Ketika diproses mesin menimbulkan ledakan kecil dan membuat pembakaran tidak sempurna.

Ini sama sekali luput dari pantauan pabrik dan akibatnya fatal: mesin mengalami kerusakan parah, retak atau pecah. Hal ini membuat para teknisi berupaya merumuskan ulang formula bahan bakar.