News - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyebutkan 95 persen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia belum kompetitif. Menurutnya, masih banyak UMKM yang belum mampu mengakses teknologi produksi modern dan program pembiayaan.

“UMKM yang existing hari ini 95 persen adalah mikro yang belum kompetitif, belum berteknologi, dan lain sebagainya. Kita itu lebih ke survival, lebih ke ekonomi subsisten,” ucap Teten dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemanfaatan Data KUMKM di Seminyak, Bali, pada Selasa (03/09/2024).

Menurut Teten, keterbatasan sumber daya, kualitas produk, minimnya koneksi dengan teknologi, dan faktor pembiayaan menjadi penyebab dari situasi tersebut. Padahal, secara kuantitas, telah banyak muncul lapangan kerja dari sektor UMKM di seluruh Indonesia.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Informasi Data Tunggal (SIDT) KUMKM di Indonesia, terdapat total 13.398.605 UMKM dengan dominasi di sektor perdagangan besar dan eceran sebanyak 7,17 juta UMKM (53,53 persen), diikuti oleh sektor usaha penyediaan akomodasi dan kuliner sebesar 18,79 persen, industri pengolahan sebesar 16,08 persen, dan 11,59 persen sisanya merupakan jenis lapangan usaha lainnya.

Sementara itu, persebaran UMKM terkonsentrasi di Pulau Jawa, yakni sebanyak 6,19 juta (46,20 persen), disusul Sumatra sebanyak 3,66 juta (27,30 persen), Sulawesi sebanyak 1,56 juta (11,66 persen), Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 1,08 juta (8,07 persen), Kalimantan sebanyak 701.790 (5,24 persen), dan Papua sebanyak 206.508 (1,54 persen).

Namun, Teten mendorong agar pemerintah daerah di tingkat provinsi atau kabupaten dan kota, serta pemangku kepentingan terkait yang membidangi KUMKM untuk terus melakukan update secara berkala terhadap data. Dia mengatakan pernah menjumpai ketidaksesuaian antara perizinan di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) dengan lapangan.

Data-data terkait KUMKM tersebut nantinya akan digunakan untuk merumuskan kebijakan di tingkat pusat dan daerah, terutama yang berkenaan untuk pembangunan UMKM yang tepat sasaran, peningkatan kualitas pembinaan dan pendampingan, pemantauan UMKM, dan analisis dampak.

Teten juga meminta pejabat daerah untuk sering turun ke lapangan guna mengetahui kondisi nyata UMKM di daerahnya.

“Data yang sudah ada ini digunakan untuk menyusun perencanaan program yang lebih presisi. Lalu, Bapak dan Ibu perlu sering turun ke lapangan untuk mendengarkan, melihat KUMKM mana yang berpotensi untuk di-push dan mana UMKM yang bersifat survival,” tuturnya.

Disampaikan pula oleh Teten, KUMKM yang memiliki potensi perlu didampingi dan dibina secara berkala agar bisa naik kelas. Menurutnya, cara tersebut bisa mendorong sektor UMKM yang masih didominasi usaha mikro agar naik kelas.

“Dengan data yang lebih lengkap, kita bisa membangun industri berbasis UMKM, terutama yang bisa mengolah sumber daya yang kita miliki untuk memproduksi produk setengah jadi atau barang jadi, yang bisa masuk pasar global. Jangan terus mengulang-ulang kegiatan tanpa pendataan yang lengkap,” pungkasnya.