News - Dalam beberapa dekade terakhir, dunia kian lekat dengan teknologi hijau (green technology) untuk mendorong pembangunan berkelanjutan. Di tengah minimnya inovasi, raksasa korporasi global berdatangan ke Indonesia menawarkan teknologi tersebut.

Istilah teknologi hijau mengacu pada penggunaan teknologi guna menciptakan produk dan layanan ramah lingkungan. Teknologi hijau—sering juga disebut sebagai teknologi lingkungan—berkonsentrasi pada inovasi berkelanjutan yang memperhitungkan dampak lingkungan jangka pendek dan jangka panjang.

Pada dasarnya, teknologi hijau bertujuan melindungi dan memulihkan lingkungan, melestarikan sumber daya alam, dan memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan di masa lalu. Dengan kata lain, teknologi ini berupaya meningkatkan kinerja sekaligus mengurangi biaya, konsumsi energi, dan produksi limbah.

Merujuk Investopedia, ada 5 kategori penerapan teknologi hijau. Pertama, energi alternatif berbasis energi terbarukan dengan nilai emisi karbon yang minim, bahkan nol. Contoh: teknologi panel surya, biomassa, turbin angin, panas bumi, gas alam, dst.

Kedua, teknologi kendaraan listrik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Merujuk temuan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF), sektor transportasi menyumbang setidaknya 16% emisi karbon di seluruh dunia.

Ketiga, teknologi pertanian berkelanjutan. Industri pertanian memiliki jejak karbon yang besar, mulai dari tingginya biaya penggunaan lahan dan air hingga konsekuensi ekologis dari pestisida, pupuk buatan, dan gas metana dari hewan ternak. WEF mencatat sektor pertanian menyumbang 18% emisi karbon dunia.

Keempat, teknologi daur ulang yang berupaya melestarikan sumber daya dengan penggunaan kembali bahan atau menemukan pengganti yang berkelanjutan. Dan terakhir ialah teknologi penangkap karbon, yang saat ini masih dalam skala kecil.

Infografik Teknologi Hijau

Infografik Teknologi Hijau. News/Quita

Lebih lanjut, pemerintah di seluruh dunia—khususnya negara maju—membelanjakan pendanaan besar di sektor ini sebagai komitmen untuk melestarikan alam dan mengurangi kerusakan lingkungan. Alhasil, sektor ini menarik investasi yang signifikan.

Vantage Market Research dalam risetnya menyebutkan pasar global teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan pada 2021 bernilai US$10,9 miliar atau setara Rp170 triliun (asumsi kurs Rp15.600/US$).

Dengan asumsi pertumbuhan tahunan majemuk (compounded annual growth rate/CAGR) sebesar 26,4%, pasar ini diperkirakan naik 4 kali lipat, menyentuh US$44,4 miliar pada 2028.

Pengembangan inovasi dan investasi energi hijau semakin marak diangkat oleh para pemimpin dunia karena desakan untuk memenuhi komitmen emisi nol bersih (net zero emission/NZE) mulai 2050. Sementara itu, Indonesia menyatakan kesiapannya untuk memenuhi komitmen tersebut di tahun 2060.

“Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat dan target tersebut tidak boleh tergelincir,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam siaran pers.

Pada kesempatan yang sama, Airlangga menegaskan bahwa dalam dokumen Nationally Deteremined Contribution (NDC), Ibu Pertiwi menaikkan target pengurangan emisi menjadi 31,89% pada 2030 dengan target dukungan internasional sebesar 43,2%.

Prospek Teknologi Hijau di Indonesia

Pengembangan teknologi hijau di Ibu Pertiwi sejatinya terkendala oleh instalasi yang cenderung mahal dan belum adanya kebijakan pendukung pengembangan teknologi tersebut. Belum lagi bicara soal inovasi teknologi di Indonesia yang relatif lambat.

“Kendala secara umum untuk teknologi hijau adalah tantangan menciptakan terobosan teknologi yang mampu menjawab persoalan dan di saat yang sama memiliki tingkat keekonomian yang memadai,” ujar Laksana Tro Handoko, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dikutip dari Bisnis.com.

Salah satu contoh teknologi hijau yang terkendala adalah teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS). Dilansir dari Katadata, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui teknologi CCUS memiliki tantangan biaya, skema perdagangan, dan regulasi.