News - Islam tumbuh pesat di Cirebon ketika keraton dipimpin Syarif Hidayatullah, putra seorang ulama Mesir bernama Syarif Abdullah dengan istri Syarifah Mudaim alias Dewi Rara Santang.

Syarif Hidayatullah yang berjuluk Sunan Gunung Jati adalah pengikut sejumlah tarekat, salah satunya Tarekat Kubrawiyah yang didirikan Syekh Najmuddin al-Kubra. Meski demikian, ajaran tarekat sudah menarik perhatian masyarakat Cirebon jauh sebelum kedatangannya.

Jalan Spiritual Keraton Cirebon

Tarekat berasal dari bahasa Arab thariqah, artinya jalan. Dalam dunia tasawuf, tarekat sering diartikan sebagai metode bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan dengan Allah.

Keraton Cirebon memiliki hubungan yang istimewa dengan Tarekat Syattariyah. Masifnya pengaruh tarekat ini di Cirebon tidak bisa dilepaskan dari banyaknya pengguron atau perguruan tarekat di lingkungan keraton, baik pengguron yang memiliki nama resmi maupun tidak.

Seturut Ahmad Azhari dkk dalam “Sejarah dan Ajaran Tarekat Syattariyah di Keraton Keprabonan Cirebon” (2021:362), setidaknya ada tujuh pengguron di Cirebon yang semuanya menginduk pada Keraton Kaprabonan Cirebon.

Ketujuh pengguron itu adalah Pengguron Keraton Kaprabonan, Krapyak, Lam Alif, Rama Guru Pangeran Insan Kamil, Rama Guru Pangeran Muhammad Hilman, Rama Guru Pangeran Muhammad Atho’, dan Tarekat Agama Islam.

Mursyid atau guru Tarekat Syattariyah di Keraton Cirebon harus berasal dari keluarga Keraton Kaprabonan, yakni keraton yang memang didirikan untuk mengurusi tarekat. Ini merupakan kesepakatan di antara menak Keraton Cirebon, tepatnya setelah didirikannya Keraton Kaprabonan pada masa Adipati Raja Kaprabon.