News - Polisi tak pernah belajar dari pengalaman. Mereka masih menggunakan cara-cara represif dalam merespons unjuk rasa atau demonstrasi. Tabiat ini bukan hanya berulang, tapi juga berimbas panjang. Polisi sering kali mengabaikan hak-hak anak sehingga ikut jadi korban tindakan eksesif aparat dalam menangani massa aksi.

Teranyar, peristiwa tersebut terjadi dalam penanganan unjuk rasa yang dilakukan pelajar, mahasiswa, serta masyarakat sipil dalam aksi Gerakan Rakyat Jawa Tengah Menggugat (GERAM) di depan Gedung DPRD Kota Semarang, Jateng, Senin (26/8/2024) malam.

Menjelang sore, kericuhan tak terbendung ketika massa dipaksa mundur oleh aparat keamanan. Polisi menembakkan gas air mata, menembakkan water cannon, hingga mengerahkan tim pengurai massa dengan rotan dan tameng untuk membubarkan massa.

Tak sedikit peserta demonstrasi yang dikejar, ditangkap, dan mendapatkan tindak kekerasan saat dipukul mundur. Aksi ugal-ugalan polisi dengan menembakkan gas air mata di tengah kota turut berdampak ke permukiman warga.

Bahkan pedihnya gas air mata dirasakan anak-anak TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur'an) yang sedang mengaji di Masjid Taqwa, Kelurahan Sekayu. Masjid ini berjarak sekitar 300 meter dari Jalan Pemuda yang menjadi titik kericuhan.

Sejumlah anak TPQ yang terkena gas air mata terlihat dalam beberapa rekaman video amatir yang diunggah warganet.

Dalam video viral tersebut, anak-anak terkulai lemas karena menghirup gas air mata. Beberapa orang dewasa yang mendampingi mereka mengoleskan pasta gigi ke sekitar pipi anak-anak untuk mengurangi efek perih gas air mata.

Kontributor Tirto mendatangi lokasi kejadian, Selasa (27/8/2024), untuk mengonfirmasi kejadian tersebut. Sejumlah warga yang ditemui di sekitar masjid mengamini bahwa anak-anak turut terimbas gas air mata akibat penanganan polisi pada Senin malam.

"Bener, tadi malam rame. Anak-anak TPQ sempet pada nangis. Enggak lama setelah itu dipulangkan," ujar Siti, warga Kampung Sekayu, saat ditemui Selasa (27/8/2024).

Menurut Siti, warga sempat berhamburan keluar rumah dan merasakan pedihnya gas air mata. Pasalnya, gas air mata yang ditembakkan polisi juga tetap dirasakan meski warga berada di dalam rumah.

"Asapnya terasa, masuk rumah-rumah, di dalam sama aja. Pedes banget di mata," ungkapnya.

Warga lain bernama Darojah mengatakan hal serupa. Dia sudah menutup rapat-rapat rumahnya, namun bau menyengat gas air mata masih masuk dan terasa pedih di mata.

Melihat kondisi itu, rombongan ibu-ibu di Kampung Sekayu sempat berencana menunda pengajian yang sedianya berlangsung di Masjid Taqwa—tempat anak-anak TPQ mengaji.

"Tapi setelah kondisinya stabil, pengajian ibu-ibu tetap dilaksanakan. Saya berangkat ngaji pakai masker dan kacamata," imbuhnya.

Pengurus TPQ maupun masjid belum ada yang bisa dikonfirmasi soal kejadian tersebut. Namun, Ketua RW 1 Kelurahan Sekayu, Zaenal Arif, mengatakan bahwa kondisi lingkungannya cukup riuh saat insiden pembubaran paksa massa aksi oleh polisi.

Masjid Taqwa menjadi tempat berlindung massa aksi dari kejaran polisi. Zaenal menyampaikan, hingga Selasa pagi belum ada warga setempat yang melaporkan tentang keluhan sakit akibat efek gas air mata.

"Sementara tidak ada. Anak-anak TPQ juga sepertinya sudah aman semua," jelas Zaenal.