News - Terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Pemeriksaan dilakukan oleh pemeriksa BPK di gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jumat (17/5/2024).

Pemeriksaan SYL tersebut merupakan tindak lanjut atas fakta persidangan yang mengungkap adanya penyerahan Rp5 miliar agar Kementerian Pertanian meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

"Hari ini, berdasarkan penetapan Majelis Hakim Tipikor, KPK fasilitasi pemeriksaan saksi terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pemeriksa BPK pada Auditorium Utama Keuangan IV dari Tim Inspektorat Utama BPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, kepada wartawan.

SYL mapun kuasa hukumnya tidak memberikan keterangan lebih lanjut saat ditemui wartawan usai pemeriksaan tersebut.

"Tanya pemeriksanya ya," kata Eks Menteri Pertanian tersebut.

Tidak jauh berbeda, Kuasa Hukum SYL, Jamluddin Koedoeboen, pun mengaku tidak memiliki kapasitas untuk menjelaskan terkait pemeriksaan tersebut.

"Kalau ini, beliau hanya memberikan keterangan. Jadi, sebetulnya kami tidak punya kapasitas untuk memberikan keterangan terkait ini," kata Jamaluddin.

Untuk diketahui, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto, sebelumnya telah membeberkan bahwa BPK sempat meminta uang Rp12 miliar. Uang tersebut diminta sebagai “mahar” untuk predikat WTP kepada Kementan.

Permintaan uang tersebut disampaikan melalui salah satu auditor BPK bernama Victor.

"Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan kementan agar itu menjadi WTP?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mayer Simanjuntak dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakpus, Rabu (8/5/2024).

"Ada, permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp12 miliar untuk Kementan," jawab Hermanto.

Hermanto menjelaskan bahwa Victor sebelumnya menyatakan meminta Rp10 miliar kepada tersangka Hatta Ali. Lalu, terjadi pertemuan dengan BPK di tengah berjalannya audit yang dihadiri Hermanto.

Kemudian, Victor menyampaikan kepada Hermanto untuk menginfokan kepada atasannya bahwa permintaan untuk status WTP naik menjadi Rp12 miliar. Kenaikan permintaan itu disebut Victor karena nilai sebelumnya terlalu kecil.

"Kenapa saksi sampaikannya kepada Pak Hatta? Kan, Victor berpesan untuk disampaikan kepada pimpinan?" tanya JPU Mayer.

"Karena, kan, sudah disebut sebelumnya kalau nonteknis ke Pak Hatta," jawab Hermanto.

Hermanto mengaku, pihaknya sendiri tidak memiliki anggaran Rp12 miliar yang diminta tersebut. Pada akhirnya, hanya Rp5 miliar yang diberikan pihak Kementan kepada BPK.