News - Calon presiden nomor urut tiga, Ganjar Pranowo, menggunakan kesempatan pemaparan visi misi dalam gelaran debat capres perdana untuk berbagi pengalaman kampanye. Ganjar menceritakan dengan singkat temuan-temuan di masyarakat dari berbagai daerah yang diaspirasikan kepadanya. Salah satunya mengenai minimnya fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang belum merata di sejumlah daerah.

Ganjar menuturkan, ketika berkunjung ke Merauke, Papua, dia terenyuh dengan kisah Pendeta Leonard Batfeny yang ikut turun tangan melayani kesehatan warga. Padahal, Pendeta Leo bukan seorang tenaga kesehatan resmi, namun terpaksa turun tangan karena kurangnya pelayanan kesehatan.

“Di Merauke kami menemukan seorang pendeta namanya Pak Leo, dia harus menolong seorang ibu yang melahirkan karena tidak adanya faskes. Dia belajar dari Youtube, sesuatu hak kesehatan yang tidak bisa didapatkan,” kata Ganjar dalam acara debat capres di Kantor KPU, Jakarta Pusat Selasa (12/12/2023) malam.

Melihat keadaan tersebut, Ganjar berjanji akan mewujudkan fasyankes yang merata. Dia berjanji untuk mengadakan program ‘satu desa, satu puskesmas.’

“Maka kita sampaikan kepada pendeta Leo, kami akan bangunkan itu dan kami akan kerahkan seluruh Indonesia bahwa satu desa satu puskesmas atau pustu (puskesmas pembantu) dengan satu nakes yang ada,” ujar Ganjar.

Persoalan yang dikemukakan Ganjar, merupakan pekerjaan rumah pemerintah di sektor kesehatan yang masih belum rampung. Kesenjangan pelayanan hak kesehatan menunjukkan disparitas yang terjadi bukan hanya soal urusan ekonomi semata. Persoalan hajat hidup orang banyak seperti kesehatan, masih belum merata didapatkan warga.

Mengacu data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Indonesia memiliki total 10.292 puskesmas yang tersebar di 34 provinsi. Provinsi dengan jumlah puskesmas terbanyak yakni Jawa Barat dengan total 1.080 puskesmas, diikuti Jawa Timur dengan total 971 puskesmas, serta Jawa Tengah dengan total 879 puskesmas.

Banyaknya puskesmas di Pulau Jawa seakan menunjukkan sentralisasi yang masih kental. Dengan begitu, menguji janji Ganjar soal ‘satu desa, satu puskesmas’ menjadi penting dilakukan. Tentunya, penuntasan hak mendasar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan merata, jangan sekadar menjadi gimik politik semata.

Peneliti kesehatan dari Global Health Security Policy Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menyatakan minimnya keberadaan puskesmas di sejumlah wilayah, nyata terjadi di wilayah Timur Indonesia. Bahkan, kata dia, rasio keberadaan puskesmas per kecamatan masih ada yang di bawah angka satu.

“Artinya tidak semua kecamatan memiliki puskesmas, bahkan beberapa di antaranya juga di Indonesia wilayah Barat, itu masih mengalami itu,” kata Dicky dihubungi reporter Tirto, Rabu (13/12/2023).

Selain itu, masih banyak puskesmas yang belum memiliki pelayanan rawat jalan. Dicky menambahkan, sekitar 400 puskesmas juga belum memiliki dokter yang bertugas. Hal ini berdampak besar bagi kesehatan warga, terutama dalam keadaan darurat, seperti pandemi.

“Nah ini yang juga artinya kita enggak bisa hanya mengejar jumlah fasilitasnya, tapi juga isinya gitu,” ungkap Dicky.