News - Menjadi kawasan hilir Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), membuat Kabupaten Bantul tidak dapat menghindar dari limpahan sampah sungai. Selain sampah plastik, aliran enam sungai yang membelah Bumi Projotamansari juga dihanyuti sampah kayu. Sungai-sungai yang bermuara di Pantai Selatan pun turut menumpukkan limbahnya di area yang merupakan lokasi wisata.

Salah satu warga, Sukito, juga merasa terganggu dengan timbunan sampah di Pantai Selatan. Namun, saat mendekati onggokan sampah yang tertimbun, imajinasinya justru bermain-main pada pola di limbah kayu.

"Seperti ini, mirip kura-kura laut, penyu. Eman-eman (sayang sekali) kalau dibakar," sebut Sukito seraya menunjukkan limbah akar bambu diwawancarai di kediamannya, Dusun Wonotingal, Kalurahan Poncosari, Kapanewon Srandakan, Kabupaten Bantul, Selasa (6/8/2024).

Ayah dua orang anak kemudian mengalihkan tangannya pada tumpukan kayu-kayu yang didapat dari Pantai Pandansari, Depok Muara, dan Samas. Geraknya tertambat pada sebongkah kayu lawas kemudian berujar, "Kalau ini, bagus banget jadi tebing".

Sukito mulai bermain-main dengan imanjinasinya pada limbah kayu sekitar 1,5 tahun lalu. Berawal dari rasa eman, sebuah joglo dekat rumahnya dibongkar dan dijual. Bangunan rumah dengan arsitektur tradisional itu, menurut Sukito, adem sehingga membuat nyaman.

"Terus saya mulai buat-buat (miniatur joglo), dari sampah kayu di sekitar rumah," beber pria yang juga menekuni bisnis lawasan itu.

Berawal dari miniatur itu, Sukito pun mulai menjalarkan karyanya pada papan bekas hingga mewujud lukisan tiga dimensi (3D). Buah karya tersebut mendapat apresiasi dari teman-teman Sukito.

"Teman-teman saya bilang bagus, terus kasih support. Bantu alat juga. Wong waktu itu saya cuma punya cangkul cungkil sama pisau tatah," ungkapnya.

Sukito

Sukito menunjukkan beberapa lukisan 3D buah karyanya. News/Siti Fatimah

Namun, lukisan 3D dari kayu limbah sungai dan pantai karya Sukito sempat mendapat cemooh. "Ada yang bilang, saya bakul uwuh (pemulung). Tapi saya ada keyakinan, karya saya pasti bisa jadi uang," ucapnya.

Komentar negatif yang didapat oleh Sukito memang sempat membuatnya terpuruk. Ditambah lagi, saat itu situasi COVID-19, yang membuat pria dengan kerja serabutan ini sulit memperoleh pendapatan guna menafkahi keluarganya.

Semangat pria yang tidak lulus sekolah dasar (SD) ini terlecut, saat istrinya yang tengah hamil tujuh bulan meninggal akibat COVID-19.

"Jadi saya pagi antar anak saya yang SD, siangnya saya ke pantai cari limbah kayu yang kira-kira potensial," sebutnya.

Kini, lukisan 3D karya Sukito telah dipajang di beberapa pameran. Terbaru, dia mengikuti pameran Bantul Expo yang digelar di Pasar Seni Gabusan.

"Padahal belum selesai, tapi saya didorong untuk pameran sambil menyelesaikan lukisan saya," ucapnya.

Terkait dengan pemasaran, Sukito menyatakan, dia belum terpikir. Sebab dia memiliki keterbatasan pengetahuan digital. Selain itu, dalam benaknya dia hanya ingin berkarya sembari mengurangi limbah yang mengalir dari sungai-sungai Bumi Projotamansari ke muara di Pantai Selatan.

"Aku cuma ingin bikin-bikin terus. Mengurangi limbah, lah sebelumnya kan cuma dibakar," ungkapnya.