News - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, mengakui bahwa Indonesia masih kalah dari Vietnam dalam hal penandatangan kerja sama perdagangan dengan lembaga-lembaga dunia. Padahal, kerja sama perdagangan penting untuk meningkatkan kinerja ekspor dan impor nasional.

Menurut Airlangga, hal yang menyebabkan Indonesia jauh tertinggal dari Vietnam adalah banyaknya hal yang harus dipertimbangkan Indonesia sebelum meneken suatu kesepakatan kerja sama dengan lembaga internasional.

Vietnam juga semua agreement dia teken, yang lain urusan belakang. Nah, kita problemnya urusan belakangannya yang di depan dulu. Jadi, tekennya belakangan,” kata Airlangga dalam Sarasehan Bersama Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2024).

Terkait hal itu, Airlangga memberi contoh perundingan Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA). Indonesia, kata Airlangga, sudah sembilan tahun merundingkannya dalam 19 putaran.Indonesia bahkan sudah mendesak untuk teken segera, tapi ujung-ujungnya kesepakatan masih harus ditahan.

Mantan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) itu juga menyebutkan bahwa berkat kerja sama perdagangan, 80 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Vietnam disumbang oleh ekspor. Sementara itu, 20 persen sisanya hanya disumbang oleh ekspor satu perusahaan saja, yaitu Samsung.

Hal tersebut dapat terjadi karena Samsung menanamkan modalnya sekitar US$18 miliar untuk produksi dan melakukan research and development (RnD) di Vietnam. Itu terlaksana berkat Free Trade Agreement (FTA) yang disepakati oleh Vietnam dan Korea Selatan.

Jadi, ini yang harus kita kerja sama dengan Kadin, kita harus kencang,” pesan Airlangga kepada Ketua Umum Kadin Indonesia Periode 2024-2029, Anindya Bakrie.

Airlangga mengatakan bahwaPemerintah Indonesia saat ini tengah berusaha merampungkan kesepakatan dagang dengan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan The Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP). Meski begitu, proses yang harus ditempuh Indonesia untuk menjadi anggota dari kedua lembaga tersebut masih sangat jauh.

Makanya kemarin, Pak Presiden Jokowi maupun Pak prabowo bilang OECD jalan, CPTPP jalan. Karena, ini akan membuka market lebih besar dan ada play by the book. Jadi, bukunya jelas indonesia harus comply.Kalau OECD ada initial memorandum, kalau CPTPP sudah ada bukunya,” sambungnya.

Sebaliknya, tanpa kerja sama perdagangan atau keanggotaan di lembaga perdagangan internasional, Indonesia akan sulit untuk meningkatkan kinerja ekspor dan impor nasional. Pada saat yang sama, Indonesia juga masih menemui hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional, seperti pengenaan bea masuk atas ekspor udang oleh Amerika Serikat dan syarat tambahan dari Jepang untuk ekspor produk ikan cakalang dan bonito harus berukuran minimal 30 cm.

Sebagai contoh, perundingan IJEPA (Indonesia-Japan Economic Partnership) dengan Jepang itu mandeknya hanya karena ekspor ikan yang 30 cm dan kemudian ada produk pertanian yang lagi mandek. Value-nya jauh, hanya sekitar US$300-an juta. Padahal, yang kita bicarakan US$20-30 billion,” kata Airlangga.