News - (Artikel sebelumnya: Mengungkap Dorongan di Balik Obsesi Konsumsi Barang-Barang Mewah)
Perilaku bermewah-mewah pada kalangan berduit, dari mulai pengusaha, selebritas, sampai keluarga pejabat, kadang bikin orang berpenghasilan rata-rata seperti kita geleng-geleng kepala.
Sebenarnya tidak ada yang salah atau keliru dari orang-orang kaya yang membelanjakan uangnya untuk hidup mewah dan mengoleksi produk-produk desainer dengan harga selangit. Toh mereka berhak menikmati uang hasil jerih payah sendiri, atau keringat leluhurnya (tentu hal ini tidak berlaku bagi mereka yang uangnya terbukti diperoleh dengan cara haram, seperti korupsi atau menipu).
Sejumlah konsumen komoditas mewah juga terkenal dermawan, berkenan membagi rezekinya untuk membahagiakan orang lain. Sebut saja orang ultrakaya seperti Warren Buffet dan Bill Gates yang menggagas gerakan filantropi The Giving Pledge, atau artis-artis kenamaan tanah air yang suka membelikan karyawannya iPhone atau memberangkatkan mereka umrah.
Sisi Kelam Bermewah-mewah
Penting dipahami bahwa konsumsi produk-produk mewah pada dasarnya mencerminkan karakter tertentu dari seseorang, yaitu sangat fokus pada atau mementingkan diri sendiri. Maka dari itu, tidaklah mengherankan apabila ada beberapa tindak tanduk atau karakter konsumen barang mewah yang dalam konteks relasi sosial tergolong kurang menyenangkan dan jauh dari kesan positif.
Berdasarkan eksperimen yang hasilnya diterbitkan di International Journal of Research in Marketing (2021), terdapat korelasi antara perempuan pemakai tas tangan mewah dengan kecenderungan berperilaku pelit atau egois. Responden perempuan yang dalam eksperimen diberi kesempatan untuk memakai tas Prada atau Louis Vuitton merasa dirinya punya status sosial lebih tinggi sehingga cenderung enggan membantu orang yang sedang kesulitan (sesederhana membawakan belanjaan orang lain, ikut mencarikan hewan peliharaan atau kunci hilang di jalan, merawat saudara atau teman yang sakit).
Selain itu, mereka menjadi lebih dermawan jika aksi donasinya terlihat publik. Sebaliknya, sumbangan jadi lebih sedikit jika dilakukan secara privat.
Terkini Lainnya
Sisi Kelam Bermewah-mewah
“Demokratisasi Kemewahan”
Inconspicuous Consumption—Kemewahan Diam-Diam
Artikel Terkait
Punya Duit dan Jabatan Tak Membuat Arogansi Dapat Dibenarkan
Menakar Untung Rugi PPN 12% untuk Barang Mewah
LPS Catat Tabungan Orang Kaya di atas Rp5 M Melonjak 9,14 Persen
Revolusi Coco Chanel di Dunia Fesyen
Populer
Mampus Kau Dikoyak-koyak Sepi
Mendikti Satryo Duga ASN Kemendikti Demo karena Tolak Dimutasi
Mengenal Ndalem Pangeran Keraton Kasunanan Surakarta
Gus Yahya Anggap Enteng Keracunan 40 Siswa usai Santap MBG
Pemicu Ratusan Pegawai Kemendikti Saintek Demo Menteri Satryo
Efek Negatif Bila Libur Panjang Sekolah Selama Ramadan Disahkan
Bung Towel Diancam Disiram Air Keras dan Anaknya Mau Diculik
Trenggono Duga Pagar Laut Banten Dibuat untuk Reklamasi Alami
Flash News
Kejagung Tetapkan 9 Tersangka Baru Kasus Korupsi Importasi Gula
Tito soal Teguh Bikin Pergub Poligami: Ingin Cegah Perceraian
Menteri Agus Minta Klarifikasi WN Cina Taruh Uang di Paspor
Polri Ungkap 3 Sindikat Judol, Total Aset Disita Rp61 Miliar
Cerita Korban Longsor Denpasar yang Selamat: Enggak Sempat Lari
PCO Yakin Kasus Mendikti Satryo Selesai Lewat Dialog Internal
Trenggono Duga Pagar Laut Banten Dibuat untuk Reklamasi Alami
DPR Akan Panggil Menteri Trenggono, Bahas soal Pagar Laut Banten
Pemerintah Diberi Ruang Izinkan Perguruan Tinggi Kelola Tambang
Bencana Longsor di Denpasar Utara, Bali: 5 Meninggal, 3 Selamat
Surya Paloh Bertemu Dasco, Bicara 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran
LKPP Koordinasi dengan KPK Cegah Korupsi Lewat e-Katalog
Polri Resmi Bentuk Desk Penanganan Masalah Ketenagakerjaan
KPK Perpanjang Cegah Walkot Semarang Mbak Ita ke Luar Negeri
Litbang Kompas: 80,9% Responden Puas Kinerja Prabowo-Gibran