News - Suatu hari, mengenakan kacamata daun pandan buatan kakeknya, Hamka kecil mengaku sebagai mantri cacar kepada sepuluh anak-anak di sekitar rumahnya. Tak ada yang menyangkal, semua menuruti apa yang dikatakannya.

Praktik pun dimulai. Ia mencacar duri jeruk limau ke setiap lengan anak-anak. Sontak, beberapa dari mereka berdarah dan menangis.

Lakonnya sebagai mantri gadungan membuat ayahnya, Haji Rasul, berang dan hendak memukulnya dengan tongkat sebagai hukuman. Tak berani melawan, Hamka hanya menjerit, "ampun Abuya, ampun!"

Beruntung, ada dua orang yang mencegahnya, "dia sudah minta ampun, Engku! Dia sudah minta ampun!"

Pemukulan urung terjadi. Kepada Hamka, ayahnya berkata, "akan engkau ulangi?"

"Ampun Abuya, ampun."

"Sekarang boleh pulang, lekas mandi, jangan kotor bajumu," kata ayahnya seperti ditulis Hamka dalam Kenang-Kenangan Hidup (2018).

Bagi Haji Rasul, kenakalan semacam itu tidak dapat dimaklumi. Ia menghendaki anaknya giat belajar, khususnya mendalami agama Islam, agar kelak dapat menjadi penerusnya sebagai ulama.