News - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Bayu Wardhana menduga draft RUU Penyiaran yang saat ini masih digodok DPR RI, skenario besar untuk melemahkan demokrasi. Hal itu disampaikan Bayu di sela-sela aksi unjuk rasa menolak RUU Penyiaran di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2024).

"Ini skenario besar kenapa kita harus tolak RUU Penyiaran karena ini bagian dari pelemahan masyarakat sipil, pelemahan demokrasi," kata Bayu kepada wartawan di lokasi.

Ia mengatakan aksi hari ini tidak hanya seputar penolakan draft RUU Penyiaran, tetapi turut mengatakan upaya pemberangusan daya kritis mahasiswa, rakyat maupun jurnalis. Bayu mengatakan RUU Penyiaran ini tidak hanya mengancam jurnalis, tetapi kreator konten turut terkena imbasnya.

"Teman-teman kreator konten juga kena peraturan oleh KPI. Ketika teman-teman membuat konten yang kritis, maka KPI bisa masuk dengan P3 SIS-nya dan men-takedown konten teman-teman," tutur Bayu.

Bayu mengatakan sejumlah pasal dalam draft beleid ini, seperti Pasal 50 B ayat 2 butir c yang melarang jurnalis melakukan jurnalisme investigatif membahayakan pers.

"Karena banyak sekali larangan untuk media melakukan peliputan, salah satunya investigasi, lalu ada pasal larangan bisa dikenai pasal berita bohong, pencemaran nama baik sementara pasal itu sudah dicabut oleh MK. Jadi, sebenarnya kami komunitas pers menolak karena itu mengganggu atau akan menyusahkan pekerjaan kami, profesi kami untuk menegakkan pers," kata Bayu.

Bayu mengatakan organisasi pers tak pernah dilibatkan dalam pembahasan beleid ini. Ia mengatakan RUU Penyiaran ini dibahas secara diam-diam. Drafnya, kata dia, muncul di ruang publik karena bocor.

"Enggak pernah, bahkan dewan pers saja tidak diajak kok, itu dilakukan diam-diam, drafnya itu muncul karena bocor, kalau tak bocor kami juga tak tahu," ucap Bayu.

Sementara itu, Ketua Divisi Hubungan Eksternal dan Dana Usaha AJI, Muhammad Iqbal mengatakan beleid ini memang belum menjadi RUU. Namun, melihat rekam jejak DPR biasanya akan dilakukan buru-buru tanpa diketahui publik.

"Memang ini belum menjadi RUU, tapi kalau melihat track record DPR yang biasa ngebut tiba-tiba langsung jadi," kata Iqbal kepada Tirto di lokasi.

Iqbal mengatakan aksi hari ini sebagai bentuk tekanan terhadap DPR dan menunjukkan ke publik bahwa jurnalis berjuang menolak RUU Penyiaran ini. Khususnya, pasal-pasal yang bermasalah seperti Pasal 50B Ayat 2 butir c yang melarang jurnalisme investigasi.

"Kewenangan KPI bisa menyelesaikan sengeketa pers, no reason buat kita, enggak logis itu sama juga upaya sensor, sekarang posisinya dengan UU yang ada banyak jurnalis yang dikriminalisasi enggak melalui dewan pers langsung pakai UU ITE," tutur Iqbal.

Iqbal mengatakan bila revisi UU ini gol dengan pasal-pasal yang bermasalah itu potensi jurnalis dipidana atau media dibredel makin kuat dan banyak. Pemerintah makin kuat menggunakan alat untuk membungkam publik.

"Nanti yang rugi rakyat, demokrasi dikebiri," tukas Iqbal.