News - Perang Khaibar merupakan salah satu pertempuran paling sengit di awal perkembangan Islam. Dalam perang khaibar, pasukan muslim harus menghadapi lawan yang mempunyai banyak benteng kokoh.

Perang Khaibar terjadi pada tahun 7 Hijriah, tidak lama setelah ada perjanjian Hudaibiyah (Shulhu al-Hudaibiyah) dan sebelum peristiwa Fathu Makkah terjadi. Peresmian perjanjian Hudaibiyah terjadi pada bulan Zulkaidah 6 H (Maret 628 M). Dua tahun kemudian atau 20 Ramadhan 8 Hijriah (1 Januari 630 M) terjadi peristiwa Fathu Makkah.

Dengan demikian, perang Khaibar terjadi di antara 2 peristiwa penting dalam Islam ketika Rasulullah SAW masih hidup. Ibnu Ishaq mencatat, sekembalinya Rasulullah dan pasukan muslim dari Hudaibiyah, beliau berada di Madinah pada bulan Zulhijah dan beberapa hari saja dari Muharram. Tidak lama setelah itu, pasukan muslim berangkat untuk bertempur melawan penduduk Khaibar.

Siapakah Penduduk Khaibar?

Khaibar adalah sebuah oasis yang berjarak 160 kilometer di sebelah utara Kota Madinah. Sebelum perang Khaibar berkecamuk, wilayah di kawasan Hijaz tersebut terkenal subur dan cocok menjadi tempat pertanian kurma, biji-bijian, dan buah-buahan.

Penduduk Khaibar adalah suku-suku Yahudi yang berpengaruh dalam bidang ekonomi dan politik pada awal perkembangan Islam. Beberapa suku Yahudi yang menempati kawasan Khaibar ialah Bani Nadhir, Bani Quraizhah, Suku Arab Gathafan, hingga Bani Abul Huqaiq.

Selain berpengaruh, mereka memiliki sumber daya memadai untuk membentuk pasukan dan pertahanan yang kuat. Di wilayah Khaibar, juga terdapat banyak benteng yang sukar ditembus lawan.

Kaslam dalam ulasan "Kajian Geografi Politik Pada Peristiwa Penaklukan Khaibar di Masa Pemerintahan Nabi Muhammad Saw" di Jurnal Ushuluddin (Vol 25, 2023) menerangkan, wilayah Khaibar terbagi menjadi dua pada masa awal sejarah Islam.