News - Jauh sebelum era Netflix atau Disney Plus, masyarakat Indonesia lebih dulu mengenal layar tancap. Meski di kemudian hari lekat dengan berbagai tudingan negatif, pada suatu masa pertunjukan murah meriah ini menjadi standar gengsi masyarakat yang tengah mengadakan pesta perkawinan atau khitanan.
Propaganda di Ruang Terbuka
Seturut Misbach Yusa Biran dalam Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia (2009:17), sejarah layar tancap di Indonesia tidak terlepas dari propaganda Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.
Enam bulan setelah mengambil alih Indonesia dari tangan Belanda, pemerintah militer Jepang mendirikan Sendenbu, yaitu Badan Propaganda dan Penerangan. Sendenbu dipimpin oleh Machida Kenji, seorang perwira militer Jepang yang punya perhatian pada isu-isu sastra dan kebudayaan.
Jepang paham betul film bisa menjadi alat untuk menarik simpati dan menggiring opini rakyat yang mereka jajah. Itu sebabnya, pada April 1943 mereka mendirikan Jawa Enhai, distributor film yang mengawasi dan mengatur penyebaran film sekaligus penggunaannya sebagai alat propaganda.
Meski film-film propaganda sudah disiapkan, Jepang menghadapi kendala. Pada 1943, jumlah penduduk Pulau Jawa mencapai 50 juta jiwa, sementara jumlah bioskop hanya 117 gedung. Jika dirata-rata, satu gedung bioskop diharapkan mampu memutar film untuk 400 ribu penonton, angka yang tidak masuk akal.
Untuk memperluas jangkauan propagandanya, tentara Jepang memutar film di ruang terbuka. Belakangan cara ini dikenal dengan bioskop keliling, misbar (gerimis bubar), atau layar tancap. Meski kemudian digelar di tengah-tengah masyarakat luas, awalnya layar tancap ditujukan untuk kalangan tertentu, seperti murid sekolah, pegawai pabrik, dan romusa.
Seturut Heru Erwantoro dalam “Bioskop Keliling: Peranannya dalam Memasyarakatkan Film Nasional dari Masa ke Masa” (2014:290), menjelang Desember 1943, Jawa Enhai membentuk lima pangkalan operasional layar tancap yang tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.
Pada saat yang sama, dibentuk pula 15 tim operator film. Mereka berkeliling dari satu desa ke desa lainnya menggunakan truk bermuatan perlengkapan layar tancap. Masing-masing tim terdiri dari operator dari Jawa Enhai, pegawai Sendebu setempat, penerjemah, dan sopir truk.
Pemerintah militer Jepang berusaha menarik sebanyak-banyaknya penonton di tiap lokasi pertunjukan layar tancap. Saat menyambut Ulang Tahun Perang Asia Timur Raya pada Desember 1943, pertunjukan yang mereka adakan berhasil menjaring penonton dalam jumlah besar.
Di Kotamadya Jakarta sedikitnya 53.000 penonton memadati lokasi, di delapan lokasi di Keresidenan Jakarta 104.000 penonton, dan di delapan lokasi di Keresidenan Bogor 96.000 penonton. Pada 16 sampai 30 Desember 1943, layar tancap yang digelar di 13 titik di Keresidenan Banten berhasil menarik 126.000 penonton dari kalangan romusa.
Terkini Lainnya
Propaganda di Ruang Terbuka
Film Masuk Desa
Tersandung Citra Negatif
Artikel Terkait
Cara Jepang Sembunyikan Kekalahan Perang di Depan Rakyat Indonesia
Sejarah Gerakan 3A: Propaganda Jepang Demi Simpati Rakyat Indonesia
Nostalgia Layar Tancep
DKI Jakarta Krisis Bioskop Murah
Populer
PDIP Sudah Dukung Prabowo-Gibran sejak Puan Jadi Ketua DPR Lagi
Cucu Bung Karno Melaju ke DPR usai Sri Rahayu dan Arteria Mundur
Pleno DPD Alot, Paripurna Penentuan Pimpinan MPR Ditunda Besok
Hashim: Program Prioritas Prabowo Kesempatan Pengusaha Raup Cuan
Potret Buram Kondisi Pertanian & Pekerja Tani di Indonesia
Mahasiswi Untar Diduga Bunuh Diri Loncat dari Gedung Kampus
Cenderung Stagnan, Indeks Keyakinan Industri September 52,48
Utang P2P Lending Terus Naik, Capai Rp72,03 T per Agustus 2024
Flash News
Atasi Tawuran, RK Siapkan Program Micro Library & Car Free Night
Para Hakim Cuti, PN Jaksel Tunda Sidang, PN Jakpus Tunggu Arahan
PDIP Sudah Dukung Prabowo-Gibran sejak Puan Jadi Ketua DPR Lagi
Pimpinan DPR Masih Dapat Rumah Dinas di Widya Chandra & Kuningan
KPK Tangkap 6 Orang dalam OTT di Kalsel, Uang Rp10 Miliar Disita
Istana Bantah Jokowi Tak Menyalami Try Sutrisno saat HUT TNI
Kemenag Pastikan KUA Tolak Melayani Pernikahan di Bawah Umur
Pramono Janjikan Warga Kedoya Jaminan Kampungnya Tak Digusur
Dasco Ungkap akan Ada Badan Aspirasi Rakyat di DPR RI
Kemenag Belum Diajak Bicara soal Pembentukan Kementerian Haji
Kemenag Pilih Tak Intervensi Pesantren soal Kasus Kekerasan
Hakim PN Semarang Tak Ikut Cuti Bersama Perjuangkan Hak
Gerindra Pastikan Keppres Pemindahan IKN akan Diteken Prabowo
Kemenag akan Gelar Religion Festival di Jiexpo pada 9 Oktober
Minus Rumah Dinas, Tunjangan Anggota DPR Bisa di Atas Rp70 Juta