News - Qadariyah adalah salah satu aliran teologi yang tertua dalam Islam. Aliran ini menjadi antitesis dari aliran Jabariyah. Bagaiamana sejarah kemunculannya dan tokoh yang mempelopori?

Kemunculan aliran Qadariyah tidak semata karena dinamika pemikiran dalam Islam. Di sisi lain, aliran tersebut hadir akibat gejolak politik pada masa Dinasti Umayyah I (661-750 M).

Pokok pemikiran para tokoh aliran Qadariyah yang paling masyhur dalam sejarah ialah pandangan bahwa manusia memiliki kehendak bebas (free will) untuk memutuskan perbuatannya sendiri. Hal ini membuat Qadariyah bertentangan dengan aliran Jabariyah.

Apa yang dimaksud Aliran Qadariyah?

Keyakinan bahwa manusia bebas berkehendak dan bertindak melatarbelakangi penamaan aliran ini dengan istilah Qadariyah. Secara etimologis, Qadariyah dalam bahasa Arab berakar pada kata qadara, yang berarti memiliki kekuatan atau kemampuan. Qadara pun bermakna menentukan atau menetapkan.

Ahmad Ismakun Ilyas, dalam "Sejarah Perdebatan Hakikat: Sebuah Telaah Deskriptif Analitik" yang terbit di Jurnal Al-Turas (Vol 10, No. 1, 2004), menjelaskan, pengikut Qadariyah meyakini manusia merupakan sang "pencipta" bagi perbuatannya masing-masing.

Karena itu, dalam doktrin Qadariyah, kekufuran dan perbuatan maksiat diyakini bukan bagian dari takdir Allah SWT. Sumber dari takdir tersebut berdasarkan atas kehendak bebas manusia sendiri

Sejarah Munculnya Aliran Qadariyah

Sejarah aliran Qadariyah dipelopori Ma'bad Al-Juhani dan Ghaylan Al-Dimasyqi selepas pergantian Kekhalifahan Rasyidin ke Dinasti Umayyah. Tepatnya, masa tersebut berada setelah perpecahan umat Islam karena terbunuhnya khalifah Ali bin Abi Thalib.

Saat Dinasti Umayyah berdiri, muncul khalifah baru. Ia adalah sahabat Muawiyah bin Abu Sufyan yang menjadi khalifah pertama dari Dinasti Umayyah.

Saat itu, banyak masyarakat muslim tidak setuju dengan gaya politik Muawiyah. Ia menerapkan kebijakan yang bertolak jauh dari pemerintahan Kekhilifahan Rasyidin.

Muawiyah kerap memojokkan oposisi politiknya. Anak Muawiyah, Yazid bin Muawiyah, melalui kekuasaannya telah membunuh Husein bin Ali di Karbala. Gusein bin Ali adalah cucu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Saat tekanan politik menerpa pemerintahan, Muawiyah memberikan pernyataan. Jika ia tidak layak menjadi pemimpin umat Islam, maka biar Allah yang memutuskan penggantinya sebagai khalifah.

Di waktu itu, pemikiran Muawiyah tersebut sejalan dengan aliran Jabariyah (fatalisme) yang menyatakan bahwa segala urusan yang terjadi di dunia ini sudah ditentukan oleh takdir. Muawiyah menganggap kedudukannya sebagai khalifah, merupakan karena ketetapan Allah subhanahu wa ta'ala. Jika Allah menghendaki untuk mencopot jabatannya, maka ia tak memiliki kuasa melawan-Nya.

Mengutip Jurnal Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Kramat Jati Volume 5 No. 1 (2024), aliran Qadariyah mulai berkembang pada Dinasti Umayyah sekira pertengahan abad pertama hijriah, tepatnya tahun 70H (689 M). Aliran ini dibawa oleh Ma'bad Al-Juhani bersama muridnya, Ghaylan Ad-Dimasyqi, pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M).

Paham Qadariyah adalah mengedepankan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak sendiri, mendapat respon positif dan diterima oleh sebagian besar penduduk Irak. Di sisi lain, Ma'bad dikenal pula sebagai ulama terkemuka.

Pemikiran tersebut dipastikan menyerang fondasi teologis yang menjadi legitimasi kekuasaan Dinasti Umayyah. Akhirnya, Ma'bad dan pengikutnya ditangkap Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Ma'bad lalu dijatuhi hukuman mati di Damaskus pada tahun 80H (690H)

Sejarah munculnya aliran Qadariyah lalu dilanjutkan Ghaylan Al-Dimasyqi. Ia meneruskan dakwah Qadariyah dari gurunya di Damaskus. Namun, paham tersebut ditentang oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dakwah aliran itu pun sempat surut.

Setelah Khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat, Ghaylan kembali meneruskan untuk mengajarkan aliran Qadariyah pada penduduk. Aksinya ini diketahui oleh Hisyam bin Abdul Malik. Setelah melalui perdebatan antara Ghaylan dan Al Auza' yang turut dihadiri Hisyam, dijatuhkanlah hukuman mati untuk Ghaylan.