News - Apabila kamu cukup rajin mengikuti tren dunia parenting di media sosial, mungkin kamu sempat mengikuti topik populer tentang SadBeige Mom dan Sad Beige Parenting.

Tren ini bermula dari kalangan momfluencer. Palet warna beige, sad beige, atau krem menjadi preferensi utama mereka saat memilihkan warna pakaian, aksesori, dan perabot untuk bayi dan anak di rumah.

Kelompok warna beige merujuk pada spektrum warna krem dan cokelat. Warna-warna dalam kategori beige umumnya lembut dan kalem, pada waktu sama juga melankolis yang mengingatkan pada perasaan teduh, rindu, sayu, atau sendu.

Tak butuh waktu lama, popularitas warna beige meledak. Banyak pengguna media sosial yang mengikuti tren ini. Muncullah sebutan Beige Mom atau SadBeige Mom bagi para pelakunya.

Selain memilihkan warna beige untuk pakaian bayi dan anak, ada pula ibu yang sampai mengecat ulang mainan anak agar menjadi lebih terkoordinasi dengan warna interior rumah.

Hal ini pernah dilakukan oleh momfluencer Nattie Jo Powell.

@nattiejopo

Let’s give my toddler’s Step 2 my first christmas tree a DIY makeover 🎄👏🏼🤍 What do you think?? #DIY#step2christmas#myfirstchristmastree#diyproject#toddlerchristmastree#step2toys#toddlermom#diymom#toddlerchristmas#momsoftiktok

♬ Christmas Is Coming - DM Production

Di salah satu videonya, Powell menunjukkan tutorial menggunakan cat semprot (spray paint) untuk mewarnai ulang mainan plastik berbentuk pohon Natal—mengubahnya dari warna hijau mencolok menjadi hijau gelap yang lebih cocok dipadupadankan dengan spektrum warna beige.

Bagi para penggemarnya, beige adalah warna netral yang dipandang mampu memberikan efek menenangkan hati. Spektrum warna beige juga dianggap dapat meningkatkan efek estetik bagi sekitarnya.

Momfluencer Molly Madfis (37) di California menggunakan warna netral untuk mendekorasi rumahnya karena perasaannya menjadi baik di sekeliling warna tersebut.

"Aku sadar aku jadi lebih bahagia saat dikelilingi warna-warna netral,” ujarnya dalam wawancara dengan TODAY.com.

Dengan perasaan hati yang lebih senang dan tenang, perempuan pemilik akun Instagram @almostmakesperfect ini mengaku menjadi lebih siap dalam mengasuh anak-anaknya.

View this post on Instagram

A post shared by molly madfis (@almostmakesperfect)

Di balik kesan cantik yang ditimbulkan dari warna beige, tren pemakaian warna ini juga menuai kritik.

Menurut konten kreator Hayley DeRoche (36), fenomena sad beige menunjukkan bagaimana orang tua berusaha mempertahankan estetika di rumah mereka sekaligus mempertahankan otoritasnya pada anak-anak.

Pemilik akun media sosial @officialsadbeige ini suka membuat video parodi iklan produk anak-anak yang dari hari ke hari semakin banyak yang berwarna beige.

Di mata DeRoche, sad beige mencakup segala hal bernuansa netral yang seolah-olah telah kehilangan unsur keceriaannya. Padahal, keceriaan merupakan esensi utama dalam kehidupan anak-anak.

“Aku banyak menyoroti penggambaran iklan mainan dan pakaian anak-anak yang kelihatannya muram dan suram, seakan-akan dengan mainan atau pakaian tersebut anak-anak berubah menjadi cendekiawan kecil ala Proust, tanpa kebahagiaan, dengan bibir sayu dan tawa yang sekadar menjadi kenangan jauh," demikian DeRoche sampaikan pada TODAY.com.

DeRoche mengamati, semakin mahal suatu barang, iklan yang mempromosikan produk tersebut terkesan semakin muram.

Sebagai contoh, iklan yang menampilkan gadis kecil bermuka sedih berdiri di ladang gandum mengenakan gaun petani berwarna beige, dengan topi yang serasi dan tatapan mata kosong. Harga pakaiannya tergolong mahal, bisa mencapai 200 USD atau lebih dari Rp3 juta.

View this post on Instagram

A post shared by Hayley DeRoche (@officialsadbeige)

Data dari portal online shopping portal Etsy tahun 2022 menunjukkan bahwa pencarian untuk pakaian anak beige melonjak 67 persen dari tahun sebelumnya.

Prokontra pola asuh dengan warna sad beige ini juga memantik pertanyaan menarik lain. Apakah warna tertentu, atau ketiadaan warna tertentu, dapat berdampak pada perkembangan anak?

Melansir artikel dari Cleveland Clinic, pola asuh orang tua yang suka memilihkan warna sad beige untuk anak-anaknya tidak akan mengganggu perkembangan visual anak, menghambat kreativitasnya, atau membuat hidup mereka menjadi kurang menyenangkan.

“Orang tua di seluruh dunia membesarkan anak mereka dengan mengenalkan palet warna yang berbeda-beda, dan anak-anak ini tumbuh menjadi luar biasa,” ujar spesialis anak Lisa Diard, MD.

Senada disampaikan oleh Sani Budiantini, S.Psi, Psikolog, Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani.

"Biasanya, bayi identik dengan warna pink atau biru muda. Ketika masuk usia balita, orang tua akan memakaikan baju-baju warna terang, merah, biru, kuning,” kata Sani.

Menurut Sani, tidak ada yang perlu dipermasalahkan dengan keputusan orang tua untuk memilih warna beige atau warna-warna yang tidak terlalu tajam atau kontras untuk anak-anaknya.

“Orang tua zaman sekarang cukup kreatif dan mencoba hal yang baru. Tujuan mereka memilih warna kalem biasanya agar tidak kelihatan mainstream, karena tidak mau seperti anak-anak yang lain.”

“Meski begitu,” tegas Sani, “warna-warna menyala sebenarnya memang lebih eye catching untuk menstimulasi visual anak."

Salah satu penelitian lawas, dilakukan oleh Boyatzis dan Varghese pada 1994, melibatkan 60 anak-anak berusia 5 dan 6,5 tahun. Mereka ditanya tentang warna kesukaan dan perasaannya tentang warna tersebut.

Anak-anak ini dapat mengekspresikan secara verbal emosi yang mereka rasakan terhadap warna-warna tersebut.

Sebanyak 69 persen emosi yang diungkapkan bersifat positif, merujuk pada perasaan bahagia dan semangat.

Reaksi positif berkaitan dengan warna-warna cerah (merah muda, biru, merah), sedangkan reaksi negatif muncul dari warna-warna gelap (cokelat, hitam, abu-abu).