News - Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjandra, menyebut pelemahan kurs rupiah akhir-akhir ini yang menembus di atas Rp16 ribu menyebabkan beban Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia menjadi kian berat. Hal ini karena adanya currency risk (risiko mata uang) di mana mengharuskan pembayaran utang melalui mata uang dolar AS.
"Pastinya akan membebani pembayaran ULN yang jatuh tempo dalam waktu dekat karena pembelian dolar AS makin mahal," ucap Ariston saat dihubungi, Jumat (19/4/2024).
Kondisi penguatan dolar AS juga seiring dengan ekonomi negeri Paman Sam yang masih terjaga dan belum memerlukan pemangkasan suku bunga acuan.
"Ekspektasi soal kebijakan pemangkasan the Fed juga sejalan dengan pernyataan petinggi the Fed, Presiden the Fed area New York, John Williams semalam bahwa beliau merasa the Fed tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga acuannya saat ini," kata dia.
Selain itu, sentimen lain pelemahan rupiah juga didorong konflik di Timur Tengah yang masih berlangsung dan makin memanas setelah Israel diketahui menyerang balik Iran.
"Rupiah berpotensi melemah terhadap dolar AS hari ini. Potensi pelemahan ke area Rp16.250–Rp16.300 dengan potensi support di sekitar Rp16.150," ucapnya.
Ekonom sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, juga memperkirakan bahwa depresiasi rupiah akan terpuruk yang terimbas dari eskalasi konflik Iran dengan Israel. Bahkan, pelemahan rupiah menembus 108 basis poin pagi ini.
"Harga emas saat ini sudah terbang, ada kemungkinan besar level tertinggi akan tercapai di 2.500 (dolar AS per ons). Kemudian harga minyak mentah dunia pun sudah terbang, kemungkinan besar ini menuju 90 dolar AS per barel. Rupiah ini juga ikut melemah hampir 108 poin di pagi ini," tutur dia.
Dihubungi terpisah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM), Bank Indonesia, Edi Susianto, menyebut depresiasi rupiah secara langsung memang bisa membuat beban ULN Indonesia semakin berat. Tak hanya itu, beban utang perusahaan pelat merah juga ikut terimbas.
"Kalau pembayaran ULN yang dalam dolar AS dipenuhi dari membeli dolar AS terlebih dulu, maka akan ada currency risk (risiko mata uang) di mana dengan pelemahan rupiah terhadap dolar AS menyebabkan bebannya menjadi lebih tinggi," kata Edi saat dihubungi.
"Artinya diperlukan rupiah yang lebih banyak untuk memenuhi kewajiban dalam dolar AS," imbuhnya.
Namun, kondisi demikian tidak berlaku jika kewajiban pembayaran ULN dalam dolar AS diambil dari rekening dolar AS yang dimiliki perusahaan BUMN, maka tidak ada risiko currency risk.
Terkini Lainnya
Artikel Terkait
Jusuf Hamka Temui Mahfud, Minta Kejelasan Utang Negara Rp800 M
Proyeksi Pembayaran Bunga Utang 2024 Tembus Rp498,95 Triliun
Setumpuk Warisan Utang Jokowi untuk Prabowo, Apa Solusinya?
Utang Pemerintah Naik Lagi, Tembus Rp8.353,02 T per Mei 2024
Populer
Kans 2 Jenderal Maju Pilgub Jateng & Rematch Jokowi vs Megawati
MA Tolak Kasasi KPK, Rumah Istri Rafael Alun Dikembalikan
Jokowi Mengaku Tidak Tahu Sosok Bandar Judi Online Inisial T
Membayangkan Sayur Asem dan Kerupuk Aci dari New York
Menilik Strategi Pj Gubernur Heru Budi Tangani Banjir di Jakarta
28 Tahun Kudatuli: Intervensi Penguasa yang Melahirkan Tragedi
Trump Kritik Sikap Kamala Harris ke Israel dalam Konflik Gaza
Hoaks, KLB Polio Disebabkan Vaksin Polio Tipe-2