News - Deretan rumah Indis berdiri kokoh di salah satu ruas jalan di Sewugalur, Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo. Sejak 1918 hingga 1930 para meneer dan mevrouw Belanda menghuni rumah-rumah tersebut.

Gaya arsitekturnya kontras dengan rumah penduduk desa pada umumnya. Sementara lokasinya dikelilingi area persawahan. Kondisinya beragam: ada yang terawat dengan baik, berubah lebih mewah, terawat sekadarnya, ada juga yang tinggal reruntuhan.

Bermula dari Sebuah Pabrik Gula

Sejak remaja Suwartini sering menginap di salah satu rumah itu. Di warung tembakaunya yang berada di selatan bangunan utama, ia menceritakan sejarah rumah-rumah Belanda di Sewugalur.

Laiknya gedung-gedung kuno bergaya Indis, rumah yang dihuni perempuan 71 tahun itu memiliki struktur bangunan yang kokoh. Dindingnya tebal, pintu dan jendela menjulang, pilar-pilarnya besar, dan langit-langitnya sangat tinggi.

Tak jauh dari rumah tersebut, dan ini alasan rumah-rumah berarsitektur kolonial di kawasan itu dibangun, terdapat sisa-sisa bangunan lain yang lebih tua, yakni Pabrik Gula Sewugalur (Suikerfabriek Sewoegaloer).

E.J Hoen, O.A.O van der Berg, dan R.M.E. Raaff mendirikan Pabrik Gula Sewugalur dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) pada 1881. Mereka menyewa sebidang tanah milik seorang bangsawan dari keluarga Pakualaman dengan nilai 200.000 gulden.

Dalam perkembangannya sejumlah fasilitas untuk menunjang aktivitas produksi dan kebutuhan pegawai juga dibangun, di antaranya jalur kereta api, pasar, rumah sakit, permakaman, sekolah, dan rumah dinas.

Bekas rumah dinas pegawai Pabrik Gula Sewugalur

Bekas rumah dinas pegawai Pabrik Gula Sewugalur. News/Firdaus Agung

Selain pasar yang dibangun pada 1914, deretan rumah dinas itulah yang kini masih bertahan. Sementara fasilitas lain hampir tak berbekas. Jalur kereta api dibongkar saat pendudukan tentara Jepang. Stasiun untuk bongkar muat barang kini berubah menjadi sekolah.

Ketika pabrik masih beroperasi, peran jalur kereta api sangat vital. Selain mengangkut komoditas dari pabrik ke gudang pengiriman, juga sebagai alat transportasi para pegawai ke pusat kota.

Menurut Shofi Sani dalam “Eksistensi Pabrik Gula Sewugalur dan Pengaruhnya Terhadap Dinamika Sosial Ekonomi Tahun 1881-1935”, rumah sakit dibangun pada 1922 di dekat area pabrik karena merebaknya wabah malaria. Genangan air yang mudah ditemukan di kawasan tersebut menjadi tempat favorit nyamuk Anopheles berkembang biak.