News - Apa resolusi kalian jelang tahun baru 2025?

Menikah? Lebih rajin olahraga? Melanjutkan sekolah? Mau pensiun di usia muda?

Atau, menurut sebagian dari kalian, menyusun resolusi sudah tak penting lagi karena selalu berujung dengan wacana?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resolusi berarti putusan atau kebulatan pendapat yang berupa permintaan atau tuntutan yang dapat ditetapkan dalam rapat, musyawarah, atau sidang.

Sementara dalam konteks kehidupan sehari-hari, resolusi dapat diartikan sebagai daftar keinginan yang mau dicapai seseorang di tahun berikutnya, biasanya berisi harapan untuk lebih baik dari tahun sebelumnya.

Layaknya sebuah harapan, sebuah resolusi tahun baru ada kalanya tercapai, akan tetapi ada pula yang tidak.

Oleh karena itu, beberapa orang acap kali menjadi skeptis dan memilih menghadapi hari esok tanpa target tertentu.

Resolusi Tahun Baru Diajeng

Resolusi Tahun Baru Diajeng. foto/istockphoto

Laporan Forbes pada 2022 lalu mengungkap bahwa berdasarkan data dari YouGovAmerica, 80 persen setuju bahwa kebanyakan orang tidak akan menepati resolusi mereka.

Hanya sekitar empat persen orang yang melaporkan bahwa mereka menepati semua resolusi yang mereka buat sendiri.

Sementara itu, sebuah studi dari University of Scranton, Pennsylvania, menemukan resolusi tahun baru yang paling populer adalah tentang peningkatan diri, seperti hidup lebih sehat (23 persen), menjadi bahagia (21 persen), menurunkan berat badan (20 persen), berolahraga (7 persen), berhenti merokok (5 persen), dan mengurangi minum alkohol (2 persen).

"Selain itu, sebanyak 16 persen orang bertekad untuk memenuhi tujuan karier atau pekerjaan dan 11 persen lainnya ingin meningkatkan hubungan mereka," demikian ditulis dalam studi seperti dikutip dari Forbes.

Studi itu juga menyebut meski memiliki rencana besar, hanya delapan persen orang yang akan mencapai resolusi tahun baru mereka.

Ada banyak hal yang menyebabkan resolusi tidak tercapai.

Melansir BBC, sebagian dari masalahnya adalah kita sering memilih tujuan yang paling tidak realistis dan terlalu besar sebagai resolusi.

"Dengan asumsi yang salah bahwa kita bisa menjadi orang yang sama sekali berbeda di tahun baru," kata psikoterapis Rachel Weinstein, salah satu direktur Adulting School yang berbasis di Portland, Maine.

"Pada kenyataannya, perubahan terjadi dalam langkah-langkah kecil dari waktu ke waktu," imbuh Weinstein.

Resolusi Tahun Baru Diajeng

Resolusi Tahun Baru Diajeng. foto/istockphoto

Terlepas dari banyaknya orang yang tidak mencapai resolusi tahun baru mereka, rupanya menyusun resolusi punya manfaat yang besar terutama bagi kesehatan mental.

Psikolog di RSK Jiwa Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Mira Damayanti Amir, S.Psi., Psikolog, menuturkan bahwa memiliki resolusi tahun baru sangat penting dilakukan karena itu bagian dari hal yang positif.

Menurut Mira, seseorang yang memikirkan resolusi untuk masa mendatang menunjukkan bahwa mereka masih memiliki harapan.

"Memiliki resolusi tahun baru mengindikasikan bahwa seseorang tersebut berada dalam kondisi kesehatan mental yang baik," ujar Mira.

Mira mengatakan, sebagian orang yang memiliki masalah kesehatan mental sering kali kesulitan untuk memikirkan resolusi. Ini lantaran dalam pikiran mereka dipenuhi dengan kecemasan, ketidakberdayaan, dan tiada harapan.

"Bahkan mungkin kalau kasusnya sampai kondisi depresi, memikirkan hari ini saja sudah berat, apalagi memikirkan bulan depan dan tahun depan," paparnya.

Mira menuturkan, dalam menyusun resolusi tahun baru, penting juga untuk mengevaluasi resolusi di tahun-tahun kemarin sekaligus kendalanya dalam sebuah catatan.

Bahkan, ia menyarankan untuk tidak segan mengajak teman-teman terdekat untuk mendiskusikan resolusi yang dimiliki sebagai agenda akhir tahun.

"Kalau menurut saya, mungkin tidak hanya dipikirkan dalam benak sendirian, tapi perlu didiskusikan dengan orang-orang terdekat kita," ujar Mira.