News - Di Gedung Kesenian Jakarta, malam hari 26 Mei 1952, Dipa Nusantara Aidit yang saat itu belum genap 30 tahun naik ke atas mimbar. Sebagai sekretaris jenderal, Aidit mewakili Politbiro membuka perayaan ulang tahun ke-32 PKI dengan sambutan cukup panjang.

"Dalam pernjataan PKI bulan Maret 1951 didjelaskan bahwa PKI menghendaki pemerintah koalisi di Indonesia, jaitu pemerintahan jang terdiri dari partai2, golongan2, dan djuga orang2 tak berpartai jang demokratis. Kita mau mengachiri diktatur satu atau beberapa partai, karena dari pengalaman Rakjat Indonesia membuktikan diktatur sematjam itu telah menimbulkan bentjana dengan didjalankannja Razia Agustus oleh pemerintah Sukiman-Wibisono-Subardjo,” tukas Aidit dalam pidato yang disebarkan sebagai brosur Menempuh Djalan Rakjat (1952, hal. 16).

Setidaknya sampai PKI berhasil mendulang 16 persen suara pada Pemilihan Umum 1955, Razia Agustus 1951 menjadi jurus yang ampuh saat Aidit menyitirnya di berbagai kesempatan, mulai dari pidato ulang tahun partai, sambutan Kongres ke-V partai di bulan Maret 1954, hingga di buku putih Lahirnja PKI dan Perkembangannja (1955).

Belakangan, Aidit mengubah nama "Razia Agustus" menjadi "Razia Sukiman", penamaan peyoratif untuk menunjuk hidung orang yang dianggap paling bertanggung jawab yang menyebabkan guncangan serius bagi perahu partainya, hanya beberapa bulan sesudah ia memangku jabatan sebagai orang nomor satu di PKI.