News - Ratusan guru honorer dari berbagai daerah menggelar aksi demonstrasi di Depan Gedung DPRD Jawa Barat, Senin (13/1/2025). Para guru honorer tersebut menuntut pemerintah untuk segera memberikan kepastian mengenai status dan masa depan mereka, terutama terkait pengangkatan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Ketua Forum Komunikasi Guru Honorer (FKGH) SMK, SMA, dan SLB Negeri se-Jawa Barat, Yudi Nurman Fauzi, menyatakan bahwa hanya sedikit guru dan tenaga kependidikan (tendik) honorer di Jawa Barat yang berhasil diangkat menjadi PPPK melalui seleksi yang dibuka pemerintah pusat.

"Ini menjadi bentuk kekecewaan kami selama 3 tahun karena sedikit sekali yang bisa direkrut. Undang-Undang ASN tahun 2023 menyebutkan sudah tidak ada lagi status honorer. Banyak teman-teman kami yang satu tahun lagi pensiun, sudah mengabdi selama 20 tahun, tapi belum ada kejelasan," ujar Yudi.

Yudi menekankan perlunya keseriusan pemerintah dalam menangani masalah yang dihadapi guru honorer. Ia menegaskan bahwa para guru honorer yang bekerja di sekolah negeri merupakan bagian dari keluarga besar Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Kami ini tenaga non-ASN yang mengabdi di sekolah negeri. Kami bukan siapa-siapa. Jadi mudah-mudahan melalui aksi ini, kami dapat meluapkan tiga tahun kekecewaan kepada pemerintah," tambahnya.

Yudi memaparkan data yang menunjukkan ketimpangan besar dalam pengangkatan PPPK. Pada tahun 2024, dari sekitar 4.000 guru honorer, hanya 1.529 yang diangkat menjadi PPPK. Sementara itu, tendik honorer yang diangkat hanya berjumlah 65 orang dari ribuan yang ada.

"Untuk tahun 2024, jumlah guru yang diangkat menjadi PPPK sekitar 1.529. Sementara itu, untuk tendik hanya 65 orang. Padahal jumlah tendik honorer mencapai ribuan. Ini sangat tidak seimbang," katanya.

Aksi demonstrasi ini, menurut Yudi, adalah puncak dari kekecewaan guru honorer yang tak kunjung mendapatkan kepastian. Mereka hanya berharap pemerintah segera menuntaskan janji untuk merekrut seluruh honorer menjadi PPPK.

"Kami sudah mengabdi meskipun digaji berbeda dengan ASN, tapi kami tetap loyal. Jadi segera tuntaskan saja, meskipun melalui beberapa tahap," tegas Yudi.

Dalam orasinya, Yudi juga mengungkapkan adanya ancaman dan intimidasi yang diterima oleh para guru honorer agar tidak mengikuti aksi demonstrasi ini.

"Tolong hentikan ancaman terhadap teman-teman guru honorer yang tidak diizinkan berangkat ke sini. Tidak ada lagi kata evaluasi kinerja guru honorer yang tidak ikut aksi. Saya yakin banyak teman-teman mendapatkan intervensi dan intimidasi. Kami bukan penjahat! Kami hanya berjuang memperjuangkan hak," serunya lantang.

Dian, seorang guru honorer yang turut hadir dalam aksi, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi yang dihadapi guru honorer selama ini. Ia menuturkan bahwa banyak guru honorer yang bekerja dengan upah minim meskipun harus menempuh perjalanan jauh setiap harinya.

"Kondisi kami sangat memprihatinkan. Kami bekerja di pelosok dengan gaji seadanya. Oleh karena itu, kami menuntut keadilan bagi guru honorer yang telah mengabdikan seumur hidupnya untuk pendidikan," ungkap Dian.

Dian juga mengeluhkan ketimpangan dalam perlakuan terhadap guru honorer dan ASN. "Gaji kami hanya Rp 2.040.000 setiap bulan, dengan jam kerja dari pagi hingga sore, sama seperti ASN. Bahkan, kami sering dijadikan kambing hitam untuk melaksanakan tugas ASN," tandasnya.