News - Direktur Majelis Hukama Muslimin (MHM) Indonesia, Muchlis M Hanafi, mengungkapkan bahwa praktik toleransi dalam keberagaman masyarakat antar agama di Indonesia telah menjadi sorotan dunia.

Hal itu direpresentasikan dengan penghargaan Zayed Award for Human Fraternity yang diberikan kepada NU dan Muhammadiyah pada Februari 2024 menjadi bentuk pengakuan atas praktik baik Indonesia.

“Para tokoh agama dunia melihat praktik baik toleransi di Indonesia, tentang peran lembaga keagamaan dalam membangun masyarakat yang damai dan itu direpresentasikan oleh NU dan Muhammadiyah,” kata Muchlis dalam dialog dalam rangka menyambut Hari Toleransi Internasional, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2024).

Demi meningkatkan rasa toleransi mengampanyekan sikap baik tersebut, Muchlis mengungkapkan, bahwa MHM akan mengadakan sejumlah agenda untuk menggandeng anak muda.

Agenda ini bertajuk kampanye toleransi dan koeksistensi. Acara akan diisi dengan berbagai kegiatan dari lomba film hingga esai. Diharapkan masyarakat antar agama semakin terbuka untuk berdialog satu sama lain.

“Persaudaraan mencakup semua lapisan masyarakat. Karena itu perlu membangun dialog untuk kehidupan yang lebih harmonis,” kata Muchlis.

Dalam kesempatan yang sama, pendiri sekaligus anggota MHM, Quraish Shihab, menjelaskan makna toleransi yang kerap disalahpahami oleh publik. Menurutnya, toleransi bukan berarti mengalah, namun toleransi seperti orang yang berjabatan tangan.

“Anda mengulurkan tangan lalu memegang tangan orang lain. Saling menyentuh tangan. Sehingga manfaat toleransi dirasakan dua pihak. Jadi bukan mengalah. Kita berjalan seiring,” kata Quraish Shihab.

Quraish Shihab menjelaskan, toleransi adalah suatu kewajiban demi menghadapi perbedaan dari Tuhan. Dia menegaskan untuk tidak menjadikan perbedaan sebagai alasan untuk tidak mau bekerjasama.

“Kita ingin menekankan bahwa perbedaan itu keniscayaan. Kalau tidak berbeda kita tidak bisa hidup. Tuhan mau kita berbeda. Maka jangan jadikan perbedaan alasan untuk tidak bekerja sama,” katanya.

Anggota MHM, TGB Zainul Majdi, menambahkan bahwa pihaknya tidak hanya menyampaikan pesan mengenai toleransi namun pesan budaya damai. TGB menegaskan bahwa budaya damai tidak bisa dilakukan dengan memelihara eksklusivitas, tapi harus membuka ruang dialog. Aksi itu antara lain tercermin dari penandatanganan dokumen persaudaraan manusia oleh Grand Syekh Al Azhar Ahmed Al Tayeb dan Paus Fransiskus pada 4 Februari 2019.

“Itu dokumen paling kuat antara tokoh tertinggi dunia muslim dan tertinggi di dunia katolik yang menunjukkan komitmen bertoleransi, bekerja sama, bukan untuk kepentingan umatnya masing-masing saja, tapi untuk umat manusia,” kata TGB.