News - Polemik soal pagar laut terus berlanjut. Sebelumnya stakeholder-stakeholder terkait saling lempar mengaku tak tahu siapa pemilik pasak-pasak yang dibangun di lepas pantai Laut Tangerang, Banten itu. Kini, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkap pagar laut sepanjang 30,16 kilometer tersebut telah memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Berdasar aplikasi Bhumi milik Kementerian ATR/BPN, ada sebanyak 263 bidang tanah dalam bentuk HGB yang dimiliki oleh Perseroan Terbatas (PT), dengan sebanyak 234 bidang di antaranya milik PT Intan Agung Makmur; 20 bidang tanah milik PT Cahaya Inti Santosa; dan 9 bidang lainnya milik perorangan. Selain itu, ada 17 bidang tanah yang memiliki SHM di kawasan tersebut.

“Kementerian ATR/BPN telah mengutus Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Pak Virgo, untuk berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) terkait garis pantai kawasan Desa Kohod. Langkah ini bertujuan untuk memastikan apakah bidang-bidang tanah tersebut berada di dalam atau di luar garis pantai,” kata Nusron, dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (21/1/2025).

Jika dari hasil koordinasi pengecekan tersebut sertifikat yang telah terbit terbukti berada di luar garis pantai, akan dilakukan evaluasi dan peninjauan ulang. Bahkan, jika terbukti terdapat cacat material, prosedural, atau hukum, sertifikat-sertifikat tersebut dapat dibatalkan tanpa harus melalui proses pengadilan.

"Jika ditemukan cacat material, cacat prosedural, atau cacat hukum, sesuai dengan PP (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021), maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan tanpa harus melalui proses pengadilan, selama usianya belum mencapai lima tahun," tegasnya.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, berbeda pandangan dengan Nusron yang masih akan mengevaluasi letak sertifikat dan juga proses penerbitan sertifikat. Trenggono menegaskan sertifikat pagar laut Tangerang bersifat ilegal dan ia heran mengapa sertifikat dapat diterbitkan.

Padahal, menurut undang-undang, seluruh wilayah laut adalah milik umum. “Kalau di dasar laut, itu tidak boleh ada sertifikat. Itu sudah jelas ilegal juga,” kata dia, kepada awak media, di Istana Negara, Senin (20/1/2025).

Trenggono menduga, pembangunan pagar laut di Tangerang memiliki tujuan tersembunyi, yakni membuat lahan baru di kawasan utara Banten. Sebab, pada penerapannya, pagar laut berfungsi menahan sedimentasi yang dibawa air laut. Kemudian, sedimentasi yang tertahan bakal meninggi hingga levelnya mencapai sebuah daratan.

"Kalau ada ombak datang, begitu ombak surut dia ketahan, sedimentasinya ketahan. Boleh dibilang seperti reklamasi yang alami. Jadi, nanti kalau terjadi seperti itu, akan terjadi daratan," jelas dia.

Terbukti, sudah sekitar 30 ribu hektare sedimentasi yang kini terbuat dari pagar laut tersebut. Bahkan, menurut hasil pemeriksaan, sudah ada sertifikat tanah diterbitkan dari sedimentasi akibat pagar laut itu.

TNI AL dan nelayan bongkar pagar laut di Tangerang

Sejumlah Personel TNI membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/YU

Ke depan, saat sedimentasi makin melebar, Trenggono menilai, sertifikat juga akan kembali terbit. Meski kembali ditegaskannya, sertifikat dari hasil sedimentasi pagar laut tersebut tak akan berlaku alias ilegal.

"Nanti tiba-tiba nongol itu sertifikatnya, kalau sudah dia berubah menjadi daratan itu, dia akan nongol sertifikatnya. Tapi bagi kami sekarang ini, itu tidak berlaku. Kenapa, karena pasti yang namanya kegiatan di ruang laut ya tidak boleh, harus ada izin. Di pesisir sampai ke laut tidak boleh, harus ada izin," urainya.

Dengan status ilegal tersebut, KKP akan segera bergabung dengan pasukan TNI Angkatan Laut (AL) untuk membongkar pagar laut tersebut. Selain itu, akan dilibatkan pula Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri, dan elemen masyarakat seperti Persatuan nelayan wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura).

“Karena gini, nggak ada yang ngaku (sebagai pemilik pagar laut). Di sisi lain, karena kita sudah janji untuk mencabut, maka nanti secara bersama-sama dengan seluruh pihak, supaya tidak salah juga. Kalau KKP sendiri yang cabut, nanti bisa digugat. Tiba-tiba ada yang gugat, kan repot,” terang dia.

Dalam penelusuran Tirto, taipan Sugianto Kusuma alias Aguan, Chairman Agung Sedayu Group disebut-sebut sebagai dalang pemasangan pagar laut yang membentang di enam kecamatan di Kabupaten Tangerang-Kecamatan Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, dan Kecamatan Teluknaga. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa PT Cahaya Inti Santosa adalah anak usaha PT Pantai Indah Kapuk Dua (PANI) yang diakuisisi pada akhir 2023. Sementara PT Intan Agung Makmur dipimpin oleh dua orang dekat Aguan, Belly Djaliel sebagai Direktur dan Freddy Numberi sebagai komisaris perusahaan.

Namun, hal ini dibantah Kuasa Hukum Pengembang Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2, Muannas Alaidid. Kata dia, segala tuduhan kepada Aguan terkait pagar laut adalah fitnah belaka yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang hanya ingin mencari sensasi. Selain itu, alih-alih bagian dari PSN PIK 2 yang ditangani oleh Agung Sedayu, pagar laut dinilainya dibangun oleh masyarakat pesisir sebagai pemecah ombak, penghalang sampah, hingga pembatas lahan dari wilayah yang terkena abrasi.

"Itu hanyalah tanggul laut biasa yang terbuat dari bambu, yang dibuat dari inisiatif dan hasil swadaya masyarakat, yang kami dengar. Tidak ada kaitannya sama sekali dengan pengembang karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2," ucap Muannas, dalam keterangannya, belum lama ini.