News - Pemerintah tengah mengkaji kembali penerapan ujian nasional (UN) bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang sudah dihapus sejak 2021. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) membuka opsi tersebut ketika melakukan rapat dengan DPR beberapa waktu lalu. Wacana penerapan kembali UN sebagai penentu kelulusan siswa menuai polemik.

Komisi X DPR RI meminta Menteri Dikdasmen, Abdul Mu'ti, meninjau kembali pengaktifan pelaksanaan UN yang dihapus di masa Menteri Nadiem Makarim. Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menilai UN mampu membangkitkan semangat belajar siswa. Namun, ia menyampaikan bahwa pemerintah harus mengkaji ulang apakah nilai UN menjadi penentu kelulusan siswa atau tidak, dalam pelaksanaannya nanti.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai pemerintah harus mempertimbangkan apa urgensi dan tujuan mengaktifkan kembali mekanisme UN. Jangan sampai, pemerintah hanya mengganti judul saja dari penamaan UN tetapi tetap memiliki esensi yang sama dalam membebani siswa.

“Kalau UN digunakan hanya untuk evaluasi siswa dengan mata pelajaran tertentu, ini malah kemunduran. Harusnya evaluasi itu semuanya, tidak hanya siswanya, tidak pula mapel tertentu,” kata Ubaid kepada reporter Tirto, Jumat (8/11/2024).

Jika UN digunakan sebagai penentu siswa lulus ke jenjang pendidikan berikutnya, maka ini dinilai Ubaid sebagai bentuk diskriminasi pemerintah. UN jelas menjadi praktik evaluasi yang tidak berkeadilan dan dapat mengorbankan masa depan siswa.

Ubaid mengingatkan, banyak anak yang tidak memiliki kesempatan sama dan setara dalam akses pendidikan. Wacana mengembalikan UN harus dikaji serius oleh pemerintah, bukan sekadar mengganti sampul belaka.

“UN versi dulu itu jelas menimbulkan stres dan diskriminasi, bahkan banyak diwarnai praktik koruptif dan manipulatif. Jadi sudah tidak relevan dengan keragaman Indonesia dan tuntutan pendidikan hari ini,” terang Ubaid.

Evaluasi dalam pendidikan jangan hanya menyasar siswa sekolah. Namun harus dilakukan secara holistik yang meliputi evaluasi terhadap guru, pimpinan, ekosistem, perlindungan siswa, transparansi dan akuntabilitas sekolah. Ubaid menilai semua aspek tersebut harus dievaluasi sebab menjadi faktor penting terkait kualitas pendidikan.

“Semangat belajar muncul karena kesadaran, bukan karena takut akan ujian. Jadi evaluasi bisa diterapkan secara fleksibel dan kapan saja bisa dilakukan, sesuai kebutuhan siswa dan guru,” ujar Ubaid.

UN SMP BERBASIS KOMPUTER

sejumlah siswa dan siswi madrasah tsanawiyah (mts) mengerjakan soal ujian nasional mata pelajaran bahasa indonesia dengan berbasis komputer di mtsn 13 pamulang, pamulang, tangerang selatan, banten, senin (9/5). mtsn 13 pamulang merupakan satu-satunya mts di banten yang mengadakan un berbasis komputer. antara foto/muhammad iqbal/aww/16.

Menengok ke belakang, UN memang sudah bertransformasi berkali-kali di Indonesia. Ujian Nasional atau UN merupakan sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan secara nasional. UN diselenggarakan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan peserta didik pada jenjang satuan pendidikan sebagai hasil dari proses pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

Mulanya ujian akhir sekolah bersifat nasional dinamakan Ujian Penghabisan (1950-1964). Soal-soal Ujian Penghabisan kala itu dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Lalu pada periode 1965-1971 berubah nama menjadi Ujian Negara. Ujian Negara dilakukan untuk menentukan kelulusan, sehingga siswa dapat lanjut pendidikan ke sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri apabila telah lulus. Sedangkan bagi yang tidak lulus tetap memperoleh ijazah dan dapat melanjutkan ke sekolah atau perguruan tinggi swasta.

Selanjutnya, ada sistem Ujian Sekolah (1972-1979) yang menentukan peserta didik tamat atau telah menyelesaikan program belajar pada satuan pendidikan. Seluruh bahan ujian disiapkan oleh sekolah atau kelompok sekolah. Kemudian istilahnya berganti lagi menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional atau Ebtanas (untuk mata pelajaran pokok) dan Ebta (untuk mata pelajaran non-Ebtanas) pada periode 1980-2002. Tujuan dari Ebtanas dan Ebta adalah untuk memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).

Sebelum berubah nama jadi Ujian Nasional (UN) seperti yang kita kenal saat ini, ujian akhir sekolah ini juga sempat dinamakan Ujian Akhir Nasional (UAN) pada periode 2003-2004. Barulah ujian akhir sekolah ini dinamakan Ujian Nasional (UN), yang dalam pelaksanaannya berkali-kali menuai kritik sebelum resmi dihapus pada 2021.