News - Mochammad Afifuddin mengemban tugas baru sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sejak Kamis (4/7/2024) lalu. Proses penunjukan Afif terbilang cepat, hanya butuh 1x24 jam pasca Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemecatan kepada Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, karena terbukti melakukan pelanggaran etik.

Pasca kejadian itu, Afif mengakui bahwa tugas baru ini bukan hal mudah di tengah persiapan memasuki Pilkada Serentak 2024. Apalagi di luar kasus Hasyim, sejumlah kritik pada penyelenggara pemilu pasca Pilpres 2024 masih juga belum lepas.

“Pertaruhan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang akan mengelar pilkada kami yakini memang berat sekali. Kami yakini tantangannya yang luar biasa termasuk membangun kepercayaan publik pasca situasi-situasi pelaksanaan pilpres,” kata dia dalam podcast For Your Politics, di Kantor Tirto, Jakarta Selatan.

Kendati tantangan cukup berat, KPU terus berbenah dan berkomitmen menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan baik. Termasuk mengawal dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024.

“Kami ini kan tidak sekedar berfokus pada urusan yang putusan di DKPP itu. Maka yang jelek kami perbaiki yang baik ya kita lanjutkan,” ujar dia.

Apa saja yang akan dilakukan Plt. Ketua KPU menjelang tahapan pilkada? Dan apa yang menjadi tantangan dalam mengemban tugasnya? Simak petikan wawancara Tirto dengan Mochammad Afifuddin sebagai berikut:

Mochammad Afifuddin

Mochammad Afifuddin. News/Andhika

Ketika menjadi Plt, kenapa awal kalimat yang disampaikan adalah innalillahi?

Saya tidak pernah membayangkan kalau itu yang viral, kalau itu yang dibahas orang. Padahal dalam tradisi keagamaan kita, katakanlah orang dapat amanah, orang dapat tugas itu harus juga kemudian menegaskan bahwa semuanya itu dari Tuhan dan bisa diambil kapan saja.

Apalagi hanya soal Plt. Plt ini kan sementara saja. Jadi kan saya bilang innalillahi semuanya dari Tuhan dari Allah, wa inna ilaihi roji'un dan untuk selanjutnya langsung mengucap bismillah.

Kalau kita belajar atau baca pengalaman tradisi keagamaan kita saat khalifah Abu Bakar ditetapkan sebagai khalifah waktu itu pertama setelah Rasulullah meninggal ucapannya sama sebenarnya, innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Nah jadi sebenarnya itu ungkapan kepasrahan bahwa tidak ada daya juga. Kita ini manusia biasa kalau dapat amanah ya kita serahkan kepada Allah. Tapi kita juga harus bersiap dengan bismillah karena itu tradisi atau agama yang saya yakini. Jadi itu hal biasa saja. Menjadi persoalan seakan-akan innalillahi konteks sebelum Plt, bismillahnya setelah Plt, itu tidak benar. Itu satu rangkaian.

Saya kira Mas Afif kena musibah, KPU berat banget atau ada jejak rekam yang bagaimana?

Jabatan, harta, anak, itu kan bisa bermakna musibah, menjadi fitnah kalau kita tidak kelola. Jadi titik poin berangkatnya sebenarnya di situ. Memang saya tidak membayangkan yang meriah malah pembahasan itu. Tapi ya bagi teman-teman yang mendalami soal bagaimana kita menyikapi amanah dan seterusnya itu menurut saya biasa. Kemarin kalau lihat pidatonya salah satu wamen (wakil menteri) kayaknya innalillahi juga. Saya dikonfirmasi lagi, kayaknya lagi tren.

Karena yang jadi menarik itu kan sebelumnya ketika Pak Hasyim itu pidato setelah putusan DKPP itu bilangnya alhamdulillah. Terus Mas Afif bilang innalillahi. Nah saya tuh pengin tanya kondisi KPU di dalam itu gimana sih?

Kalau pembahasan pasca putusan DKPP ya tidak ada yang hangat. Itu hanya pembahasan yang katakanlah setelah putusan kita ngobrol dan Mas Hasyim juga menyampaikan saya akan menyampaikan ini. Jadi persis yang disampaikan Mas Hasyim apa yang disharing ke kita sebelum konpres dilakukan. Tentu kami menghormati sikap Mas Hasyim.

Kedua, tantangan kita setelah kita lihat PKPU, kalau tidak salah PKPU 5, jika ada ketua berhalangan seperti ini karena putusan DKPP atau karena diberhentikan segala macam ternyata 1x24 jam harus sudah ada pelaksana tugas. Itu kan tanggal 3 putusan, tanggal 4 kami sudah harus menentukan. Dan kami bersyukur bayangkan kalau kami tidak bersepakat jumlah orangnya enam.