News - Thomas Robert Malthus pernah memperkirakan bahwa pertumbuhan populasi manusia akan mengalahkan jumlah makanan. Ramalan ini seperti ancaman, bahwa manusia bertambah banyak tapi jumlah makanan tidak. Manusia lantas menciptakan intervensi, untuk membuat pertanian dan peternakan, bisa memenuhi kebutuhan makan manusia. Akibatnya tentu tidak baik, limbah dan emisi dari produksi makanan ini menjadi semakin banyak.

Sistem pertanian modern telah jauh berkembang dan sama sekali berbeda dari yang ada seratus tahun lalu. Seperti tanaman rekayasa genetika, pupuk untuk memacu pertumbuhan, sampai dengan teknologi penanaman yang menggunakan bahan bakar. Dr. Dennis Garrity, kepala pusat penelitian internasional agro kehutanan di Nairobi, Kenya menyebutkan pertanian punya kontribusi terhadap perusakan lingkungan. Para petani dan lahan pertaniannya lebih banyak memberikan kontribusi CO2 ke udara dibanding CO2 yang dilepaskan oleh seluruh kendaraan bermotor. CO2 yang dilepaskan oleh lahan pertanian jauh lebih banyak daripada yang dapat disimpannya.

Ini tentu saja mesti diperiksa lagi. Benarkah Pertanian menjadi sumber paling besar? Data dari Intergovernmental Panel on Climate Change pada 2014 menyebutkan emisi Agrikultur, kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Tanam (24 persen) masih kalah dengan emisi yang dihasilkan Pembuatan Listrik dan Panas (25 persen). Meski demikian, banyak negara yang berusaha untuk mengurangi produksi emisi sebagai bentuk komitmen terhadap the Montreal Protocol. Setidaknya ada 196 negara dan juga Uni Eropa yang meratifikasi protokol ini untuk perbaikan kualitas hidup.