News - Ada suatu masa ketika reli menjadi ajang balap mobil paling mengerikan di muka bumi. Jangankan untuk berpartisipasi di dalamnya, menonton ajang ini pun bisa membuatmu kehilangan nyawa.

Mari masuk ke dalam mesin waktu dan kembali ke tahun 1986. Ketika itu, orang-orang Portugal sedang gandrung-gandrungnya pada reli. Meski balapan digelar di hari kerja sekalipun, mereka tetap rela berbondong-bondong datang ke arena.

Sintra, sebuah kota kecil di seputaran Lisbon, menjadi titik temu yang selalu padat setiap kali ajang Reli Portugal dihelat. Tak terkecuali pada 1986 tersebut. Namun, antusiasme penonton ini tak mendapat sambutan hangat dari para pebalap.

"Di Portugal, [mengontrol para penonton] adalah hal mustahil. Suatu kali, aku pernah membalap melintasi Sintra sembari mengacungkan tinju pada orang-orang sinting yang ada di jalan. Ketika membalap di Sintra, pada dasarnya kau sedang membalap melewati koridor manusia. Kalau sudah begitu, bencana cuma soal waktu," ujar Ari Vatanen, pereli asal Finlandia, yang pada 1986 tak dapat ikut serta karena masih menjalani pemulihan pascakecelakaan di Argentina tahun sebelumnya.

Reli Portugal merupakan ajang ketiga dari rangkaian World Rally Championship musim 1986. Ada 42 etape dalam ajang yang digelar dari 5 sampai 8 Maret 1986 tersebut. Di akhir cerita, tak ada satu pun nama besar yang mengisi podium karena mereka semua memilih untuk memboikot balapan usai terjadinya kecelakaan yang menewaskan tiga penonton, termasuk seorang bocah lelaki 11 tahun dan ibunya, serta melukai 30 lainnya.

Tak sampai dua bulan setelahnya, di Reli Korsika, korban jiwa pun kembali jatuh. Pebalap asal Finlandia, Henri Toivonen, bersama navigatornya, Sergio Cresto, meninggal dunia usai mobil yang mereka kendarai jatuh ke jurang lalu meledak. Kecelakaan tragis itu sekaligus menjadi awal dari sebuah akhir era kejayaan pabrikan mobil asal Italia, Lancia.