News - Perkumpulan untuk Pemilu Demokrasi (Perludem) mengusulkan agar Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024-2029.

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati mengusulkan RUU Pemilu dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (30/10/2024). Ia beralasan, kehadiran UU Pemilu diperlukan karena pelaksanaan Pemilu 2019 dan 2024 yang dinilai kompleks.

"Kami dari Perludem mendorong melakukan upaya revisi terhadap Undang-Undang Pemilu, Pilkada dan juga Partai Politik. Kita sudah mengalami, menjalani Pemilu serentak dua kali di Pemilu 2019 dan 2024," kata Khoirunnisa dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (30/10/2024).

Ia menyebut Pemilu 2019 mengalami kompleksitas yang luar biasa karena memiliki lima kotak pemilu di satu momen. Hal sama juga terjadi pada Pemilu 2024.

Khoirunnisa menerangkan, sejumlah pihak memang menyampaikan keinginan untuk merevisi UU Pemilu usai Pemilu 2019. Akan tetapi, niat itu tertunda karena pemerintah fokus pada penanganan pandemi COVID-19. Alhasil, kompleksitas masih terjadi pada Pemilu 2024. Salah satu contoh dampak adalah belasan juta suara tidak sah, yakni 2019 ada 17 juta suara tidak sah dan 2024 ada 15 juta suara tidak sah.

Saat ini, Khoirunissa menilai, pembahasan revisi UU Pemilu masih berkutat pada variabel pemberian suara. Sejumlah pihak masih berpikir sistem pemilu Indonesia berubah kembali menjadi sistem pemilu tertutup, tetapi beberapa masih ingin sistem pemilu terbuka.

"Biasanya perdebatan kerasnya di isu itu saja. Padahal, menurut kami banyak hal lain yang sebetulnya juga penting untuk ditelusuri kembali," tukas Khoirunnisa.

Di sisi lain, ia memandang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 merupakan beleid yang paling banyak telah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK), yakni sebanyak 134 kali sejak disahkan.

Perludem bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya tercatat melakukan 26 kali uji materi ke MK. Mereka tidak hanya menguji UU Pemilu saat ini, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, melainkan juga Undang-Undang Pemilu sebelumnya. Khoirunnisa pun sadar permohonan masyarakat sipil dikabulkan MK sehingga dia mendorong perlu ada perubahan desain pemilu di masa depan.

Salah satu contoh yang menjadi atensi adalah putusan MK yang uji materi Nomor 55 Tahun 2019 tentang keserentakan pemilu. Ia menyebut bila putusan Nomor 14 Tahun 2013, disebutkan pemilu harus serentak lima kotak, sementara putusan Nomor 55 Tahun 2019 ada pergeseran yang mengatakan varian keserentakan itu diserahkan kepada pembentuk undang-undang.

"Yang dikunci oleh Mahkamah Konstitusi adalah menyerentakkan pemilu Presiden, DPR, DPD itu harus pada satu hari yang sama," ucap Khoirunnisa.

Selain mengusulkan revisi UU Pemilu dan Pilkada, Perludem juga mendorong revisi UU Partai Politik. Perludem merasa perlu ada perubahan UU Parpol terkait bagaimana mendorong demokrasi internal partai politik agar semakin terlembaga.

"Karena kami meyakini bahwa partai politik memiliki fungsi yang sangat signifikan. Hari ini semua pengisian pejabat publik harus dari partai politik, sehingga mensyaratkan partai politik yang bisa lebih terlembaga dengan baik," tukas Khoirunnisa.