News - Pada 2 November 2022, di area Jabodetabek siaran televisi analog beralih ke digital, dan perlahan ke seluruh Indonesia. Alasan utamanya demi kualitas siaran yang lebih baik, dan tidak ada lagi “semut” ketika gangguan sinyal melanda.

Meski terdengar baik, kebijakan ini menimbulkan reaksi dari sejumlah pihak, mulai dari yang protes karena harga STB (dekoder) terlampau mahal sampai pebisnis media Harry Tanoe yang memandang bahwa pengubahan ini salah langkah.

Pemerintah mengklaim bahwa pengubahan ini adalah upaya agar tidak ketinggalan zaman. Di Asia Tenggara, hanya Indonesia dan Timor Leste yang belum sepenuhnya beralih ke siaran digital. Alias masih menggunakan sinyal analog yang banyak kekurangan dan telah berusia puluhan tahun.

Berawal dari Mimpi

Sejak lama manusia bermimpi untuk melihat dunia luar selain lingkungannya dalam waktu bersamaan. Dari Yunani Kuno (Abad 8-6 SM), misalnya, ada kepercayaan bahwa isi perut burung dapat mengetahui situasi di tempat lain. Maka, orang-orang pun beramai-ramai membedah burung yang sudah terbang ribuan kilometer.

Sastrawan William Shakespeare juga pernah memimpikan hal itu lewat karya fiksinya, Henry IV, Part 2 (1596). Dia memunculkan karakter bernama Rumour sebagai figur yang dapat mengetahui situasi di seluruh Inggris pada waktu bersamaan.

Untuk mewujudkan mimpi tersebut pada saat itu jelas hal yang mustahil. Namun ribuan tahun kemudian kemustahilan itu runtuh ketika manusia mulai berinovasi di bidang teknologi.

Pada akhir abad ke-19, lahir tiga peristiwa penting bagi umat manusia yang setidaknya dapat mewujudkan mimpi itu secara sederhana. Pertama, pada 27 Juli 1866, proyek pemasangan kabel telegraf dari Amerika (New York) ke Eropa (London) berhasil dirampungkan dan membuat komunikasi antara dua benua itu terjalin dengan cepat.

Kedua, pada 7 Maret 1876, Alexander Graham Bell berhasil menciptakan alat komunikasi yang kini disebut telepon. Ketiga, warsa 1879, Guglielmo Marconi sukses membuat alat transmisi sinyal elektrik (kini disebut radio) dari satu rumah ke rumah lain yang berguna untuk mengetahui situasi di luar.

Ketiga temuan tersebut membuat manusia di antarwilayah berbeda saling terhubung. Khusus yang terakhir, kata James E. McLellan dan Harold Dorn dalam Science and Technology in World History (2006), mendorong manusia untuk membuat inovasi yang lebih dari ketiganya, yakni mengirimkan gambar melalui gelombang elektromagnetik.

Inovasi ini didasarkan oleh satu tujuan: memungkinkan manusia tidak hanya mendengarkan suara, tetapi juga melihat bentuk visual.