News - Pengacara yang mengaku perwakilan Asosiasi Dukun Indonesia (ADI) Firdaus Oiwobo tak terima dengan aksi Marcel Radhival--atau yang menyebut diri sebagai Pesulap Merah--membongkar trik-trik dukun. Dia menyebut itu adalah pencemaran nama baik dukun, pekerjaan yang menurutnya dilindungi undang-undang.

Benarkah klaim yang disebut terakhir?

Aturan terkait dukun memang ada dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini tengah dibahas dan rencananya bakal disahkan akhir tahun ini--setelah terus-menerus molor. Namun isi pasalnya justru bertolak belakang dengan klaim ADI.

Pasal 252 ayat (1) RKUHP versi terkini menyebut: “Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Pada draf versi lebih lama, dukun santet dikenakan hukuman lebih panjang, yaitu tiga tahun.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan pada 2019 lalu bahwa peraturan ini dibuat untuk melindungi masyarakat. Selama ini banyak yang mengaku bisa menyantet dan mendapat keuntungan dari sana. Diharapkan dengan pasal ini fenomena tersebut bisa dicegah. Aturan ini semestinya membuat penjaja jasa santet bisa dipidana.

“Supaya tidak ada penyalahgunaan upaya-upaya dengan mencari keuntungan-keuntungan yang tidak benar,” katanya.

Penjelasan Yasonna tertera pula dalam bagian penjelasan. Disebutkan bahwa “ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat oleh praktik ilmu hitam (black magic).”