News - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana untuk mencabut atau menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga yang tidak berdomisili di Jakarta.

Jika keberadaan seseorang diketahui karena bertugas atau masih memiliki aset sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), maka NIK mereka tidak akan dimasukkan dalam kategori penonaktifan.

Hal tersebut merupakan langkah yang bertujuan untuk mengatur dan memastikan bahwa NIK hanya diberikan kepada warga yang secara aktif berdomisili di wilayah Jakarta.

Kebijakan ini dapat membantu memperbaiki administrasi kependudukan dan memastikan keakuratan data penduduk.

Kelapa Disdukcapil DKI Jakarta juga memberikan beberapa kriteria NIK DKI yang bakal dinonaktifkan seperti warga yang tak lagi tinggal di Ibu Kota lebih dari satu tahun, tidak diketahui keberadaannya, atau meninggal dunia.

Sementara itu, NIK DKI bagi warga yang bekerja atau belajar di luar kota/negeri tidak akan dinonaktifkan. NIK DKI warga yang memiliki rumah/aset di Ibu Kota juga tak akan dinonaktifkan.

Per Mei 2023, sebanyak 194.777 NIK DKI milik warga yang tak lagi tinggal di Ibu Kota diusulkan untuk dinonaktifkan.

Kapan KTP DKI Akan Dinonaktifkan dan Apa Alasannya?

Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengungkapkan bahwa pengusulan penonaktifan NIK diadakan usai Pemilu 2024 agar tidak berdampak pada pemilih tetap.

“Setelah Pemilu (penonaktifan NIK-Red). Takut terjadi hal-hal tidak diinginkan terkait DPT. Makanya kita rekomendasikan ganti (dari Maret) jadi setelah Pemilu,” ujar Mujiyono, Senin (26/2/2024).

Di sisi lain, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta, Budi Awaluddin, menyatakan bahwa program penataan dan penertiban kependudukan berdasarkan domisili akan diimplementasikan secara bertahap setelah Pemilu 2024.

Sosialisasi dimulai pada September 2023 dengan tujuan penonaktifan setelah 20 Maret 2024, sesuai dengan jadwal pengumuman hasil Pemilu 2024 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dinas Dukcapil DKI Jakarta tentunya membutuhkan waktu yang cukup untuk menyosialisasikan serta mendata jumlah NIK yang akan dinonaktifkan, mengingat KTP merupakan hal yang cukup penting dalam administrasi.

Hal tersebut juga disampaikan oleh Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono, bahwa penonaktifan NIK KTP tentunya terkait dengan urusan perbankan dan lainnya.

“Karena menonaktifkan NIK seseorang itu berbahaya. Risikonya salah satunya untuk urusan perbankan nggak akan bisa dipakai,” ungkap Mujiyono.

Mujiyono juga menyayangkan banyaknya RT/RW yang tidak bertanggung jawab atas warganya sendiri. Pasalnya, banyak warga pemilik KTP tidak lagi diketahui keberadaannya.

“Apalagi pas pencoblosan pemilu baru pada datang. Mereka keberatan RT/RW itu,” kata Mujiyono.

Para ketua RT dan RW melalui lurah, ungkap dia, sempat diminta untuk memverifikasi data kependudukan yang akan dinonaktifkan. Namun, mayoritas lurah merasa takut.