News - Banyak orang berkata bahwa suara para pemilih muda Indonesia dapat membawa perubahan. Namun, kinerja sistem politik kerap membuat mereka malah terabaikan.

Pemilih muda telah lama menjadi faktor penting dalam pemilihan umum di Indonesia. Jelang Pemilu pada Februari 2024, cukup banyak analis dan pengamat yang menitikberatkan besarnya jumlah pemilih yang baru saja berusia 17 tahun atau baru memiliki hak suara.

Penelitian terbaru memperkirakan bahwa demografi penduduk usia 17-39 tahun saat ini mencapai 60 persen dari jumlah pemilih yang memenuhi syarat dalam Pemilihan Umum 2024.

Mitos “Agen Perubahan”

Pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama partai politik dan organisasi anak muda mulai menjalankan program dan kegiatan untuk meningkatkan partisipasi politik kelompok muda pada di pemilu kali ini. Mereka khawatir soal meningkatnya sikap apatis dan ketidakpuasan kelompok muda terhadap sistem politik saat ini.

Program dan kegiatan tersebut fokus pada pemilih muda sebagai faktor penentu dalam pemilu kali ini. KPU, misalnya, menyelenggarakan seminar untuk mendorong anak muda untuk menggunakan hak pilihnya dan meyakinkan mereka untuk menjadi agen perubahan (dengan menggunakan hak pilihnya tersebut).

Anak muda sebagai agen perubahan terdengar seperti mitos, dilandasi oleh klaim tentang pentingnya peran kelompok muda dalam menjaga demokrasi negara ini. Narasi ini berawal dari mitos peran pemuda dalam gerakan antikolonial, pemerintahan pascakolonial, dan gerakan pro-demokrasi yang menggulingkan otoritarianisme—meneguhkan gagasan akan identitas ideal anak muda, yakni nasionalis dan progresif.