News - Minggu ini hingga 19 Januari 2025 mendatang, Yos Suprapto semestinya menggelar pameran tunggal di Galeri Nasional Indonesia. Namun, pameran bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan” itu secara tiba-tiba dibatalkan oleh Galeri Nasional Indonesia.

Parahnya, pembatalan itu dilakukan hanya beberapa menit sebelum acara pembukaan pameran yang dijadwalkan pada Kamis malam (19/12/2024). Kabar pembatalan itu lantas viral di media sosial dan memantik diskursus publik.

Pembatalan pameran tunggal Yos Suprapto itu dilatarbelakangi ketidaksepakatan antara Yos, pihak Galeri Nasional, dan kurator terkait narasi yang diusung dalam beberapa karya Yos. Pihak kurator bahkan meminta Yos untuk menurunkan lima dari 30 lukisannya agar tidak dipajang karena dianggap tak sesuai dengan tema acara sehingga perlu diturunkan.

Oleh sebab itulah, pembatalan pameran tunggal Yos Suprapto itu lebih tampak sebagai pemberedelan terhadap kebebasan berekspresi.

"Menurut pendapat saya, dua karya tersebut ‘terdengar’ seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora yang merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektifnya," kata Suwarno Wisetrotomo, kurator pameran dalam keterangan resminya.

Suwarno yang juga pengajar di Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu kemudian mundur dari posisi kurator pameran di Galeri Nasional tersebut. Suwarno mengatakan bahwa pengunduran dirinya bukan bermaksud mengganggu jalannya acara pameran.

"Saya menyadari bahwa kompleksitas persoalan ini tidak dapat dirangkum hanya dalam satu lembar pernyataan. Namun, saya berharap klarifikasi ini dapat membantu memberi gambaran yang lebih jelas tentang situasi yang terjadi," kata Suwarno.

Sementara itu, Yos bersikukuh tidak menurunkan beberapa lukisannya. Dia bahkan membantah bahwa lukisan berjudul “Konoha” yang dimaksud Suwarno bermuatan pornografi atau vulgar.

Menurut Yos, ketelanjangan yang terpampang dalam lukisan itu adalah bahasa seni rupa untuk menyimbolkan kejujuran dan kepolosan.

"Karena kita lahir itu polos, gak pakai baju, gak pakai apa-apa. Itu adalah simbol kepolosan," kata Yos di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Sabtu (21/12/2024).

Yos lantas menyalahkan pemerintah yang menurunkan lukisan dengan alasan pornografi. Dia menyebut pihak-pihak yang menuding karyanya menampilkan pornografi memiliki pemikiran mesum. Yos pun menyayangkan pemikiran dangkal itujustru ditunjukkan oleh pemerintah dari level Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, hingga kurator Galeri Nasional.

"Nah, kalau itu dianggap sebuah kemesuman, berarti otak orang yang mengatakan bahwa itu mesum, bahwa itu sanggama, itu orang berpikirannya sebatas itu," kata Yos.

Menurutnya, Fadli Zon yang secara kelembagaan mestinya bertanggung jawab atas penyelenggaraan pamerannya tak pernah melihat karyanya secara langsung dan hanya menerima laporan dari anak buahnya di lapangan.

"Kok begitu mudahnya percaya dengan laporan orang tanpa harus menyelidiki, mengerti bentuknya seperti apa, memaknai bahasanya. Ini sebuah tindakan yang perlu dipertanggungjawabkan, perlu dipertanggungjawabkan," kata Yos.

Atas insiden tersebut, Yos menegaskan bahwa dirinya tak akan bekerja sama lagi dengan pemerintah.

“Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” tegas Yos.

Pemberedelan” atas ekspresi kesenian Yos Suprapto itu pun amat disayangkan oleh Koalisi Seni. Koordinator Penelitian Koalisi Seni, Ratri Ninditya, mengatakan bahwa pemerintah seharusnya menjadi fasilitator kebudayaan dan berperan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi kebebasan berkesenian yang merupakan bagian dari HAM.

Setidaknya, kata Ratri, ada beberapa cara yang bisa dilakukan jika suatu karya dianggap menampilkan pornografi. Misalnya, dengan membatasi penonton yang hadir.

Menutup karya secara keseluruhan artinya merampas secara sepihak hak seniman untuk berkarya dan mendistribusikan karyanya,” ujar Ratri kepada Tirto, Rabu (25/12/2024).