News - Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Kementerian Keuangan, Boby Wahyu Hernawan, mengatakan pemerintah belum mampu menggantikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara untuk dialihkan ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Menurut dia, saat ini Indonesia masih menggunakan sekitar 60 persen sumber energi batu bara dan menjadi sumber energi utama nasional. Boby juga menilai bahwa menggunakan batu bara lebih hemat anggaran karena harganya yang lebih murah.
Hal ini disampaikan Boby dalam media gathering bertajuk 'Peran Kementerian Keuangan dalam Mendukung Penanganan Perubahan Iklim', di Bogor, Jawa Barat, Rabu (29/5/2024).
"Salah satu sumber energi Indonesia tentunya coal (batu bara) tadi. Itu tidak bisa dipungkiri dan ini coal kita adalah kurang lebih 60 persen dari sumber energi nasional kita, dan saat ini Indonesia berkelimpahan atas sumber daya alam itu, kemudian juga harganya sudah cukup efisien, cukup murah," kata Bobby.
Boby juga menyampaikan, sumber batu bara di Tanah Air sekaligus menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Sebab itu, pihaknya masih menggunakan batu bara sebagai salah satu sumber energi yang belum bisa digantikan.
"Suka atau tidak suka? Tapi inilah pertumbuhan ekonomi Indonesia salah satunya dari sumber energi yang cukup murah," ucapnya.
Dalam mendukung Indonesia Emas 2045, energi batu bara juga mendukung dalam menyokong energi murah. Namun, dengan catatan tetap mentrasisi energi baru dan terbarukan (EBT) ke depannya.
"Kita juga harus sampaikan bahwa Indonesia ini ingin menjadi negara maju 2045 atau mungkin insyaAllah lebih cepat. Salah satunya kita harus tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan punya sumber energi yang cukup murah dari coal. Tapi kita tetap berkomitmen terhadap agenda perubahan iklim," tuturnya.
Transisi energi dilakukan tidak serta merta langsung 100 persen, tetapi memulai dengan pilot project, salah satunya disebut energi trilemma, yakni kerangka kerja untuk mengadopsi kebijakan energi dengan mempertimbangkan ketahanan energi, kelestarian lingkungan, juga energi yang terjangkau.
"Energi nasional kita jika kita tiba-tiba shut down banyak, seperti apa energi security kita? Kemudian energi affordability, harga terhadap masyarakat, karena ini barang publik juga, ini harus kita maintain gitu ya, affordability," ujarnya.
Diwartakan sebelumnya, pemerintah membuka opsi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendanai percepatan transisi energi di bidang ketenagalistrikan. Termasuk di dalamnya mempercepat pengakhiran waktu operasi PLTU batu bara.
Kebijakan tersebut ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal Melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan. Regulasi itu ditetapkan dan ditandangani pada 4 Oktober 2023 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Peraturan menteri ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan kebijakan transisi energi yang berkeadilan dan terjangkau oleh pemerintah dengan beberapa cara. Termasuk di antaranya pemberian dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan dalam rangka percepatan transisi energi di sektor ketenagalistrikan atau yang selanjutnya disebut 'Platform Transisi Energi.'
Terkini Lainnya
Artikel Terkait
112 Desa Belum Teraliri Listrik hingga Triwulan I 2024
Komitmen EBT di Tengah Ketergantungan RI terhadap Batu Bara
Hoaks Kenaikan Tarif Listrik Mulai 1 Mei 2024
Daftar Kode Rahasia Meteran Listrik PLN yang Jarang Diketahui
Populer
Kejati Jatim: INKA Habiskan Rp28 M dalam Proyek Fiktif di Kongo
Adu Kuat PDIP Melawan Trah Jokowi di Gelanggang Pilwalkot Solo
UU TNI Soal Prajurit Berbisnis, KSAD: Banyak Anggota Jadi Ojol
Wakil Presiden ke-9 RI Hamzah Haz Meninggal Dunia
Pemerintah Akan Umumkan 7 KEK Baru, Salah Satunya Smelter di IKN
Jika Anies & Ahok Maju Pilgub Jakarta, KIM akan Usung Siapa?
Konsekuensi Besar, Keppres Pindah Ibu Kota Baiknya Tak Buru-Buru
Untung Rugi Wajib Ikut Asuransi TPL bagi Pemilik Kendaraan